Batalkan Bebas Bersyarat Setnov, MAKI Surati Imipas dan Gugat ke PTUN - Telusur

Batalkan Bebas Bersyarat Setnov, MAKI Surati Imipas dan Gugat ke PTUN

Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (kedua dari kiri). Foto: Lapas Sukamiskin)

telusur.co.id - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, keberatan atas keputusan pemberian pembebasan bersyarat kepada mantan Ketua DPR RI RI Setya Novanto. Karena, pembebasan bersyarat itu tidak memenuhi syarat.

"Untuk itu, MAKI akan berkirim surat kepada Menteri Imipas Agus Andriyanto berisi keberatan atas bebas bersyaratnya Setnov kepada Menteri Imigrasi dan juga kepada Pemasyarakatan dan Dirjen Pemasyarakatan," kata Boyamin, Selasa (19/8/2025). 

Boyamin menerangkan alasan keberatannya karena mantan Ketua Umum Partai Golkar itu tidak memenuhi syarat berkelakuan baik. Sebab, pernah melanggar berupa memegang dan menggunaka Telepon Selular, bepergian dan belanja ke toko bangunan dan makan di restoran (semuanya terekam pemberitaan media masa dan tetap bisa dibuka hingga saat ini) 

Selain itu, Setnov tidak memenuhi syarat lantaran masih tersangkut perkara lain. Setnov masih tersangkut perkara TPPU, yang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Ia menyatakan, MAKI sudah berkali-kali melakukan gugat praperadilan agar kasus ini segera dituntaskan. Hal ini juga tertuang dalam jawaban Bareskrim pada persidangan Praperadilan yang diajukan LP3HI dan ARRUKI. 

"Bahwa syarat-syarat dapat Pembebasan Bersyarat berdasar Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 tahun 2022 antara lain: berkelakuan baik (tidak masuk register F ) dan tidak tersangkut perkara pidana lain," ucapnya. 

Untuk itu, tegas Boyamin, semestinya Menteri Imipas membatalkan Pembebasan Bersyarat Setnov. MAKI siap menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika keberatan mereka diabaikan.

"Apabila tidak dibatalkan, maka Kami segera akan melakukan gugatan PTUN untuk memohon Hakim PTUN untuk membatalkannya. Terdapat Jurisprodensi pemberian pengurangan hukuman dibatalkan oleh PTUN," tukasnya. 

Setya Novanto adalah terpidana kasus korupsi proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun, dengan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun. Ia divonis 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan pengembalian uang USD 7,3 juta.

Melalui Peninjauan Kembali (PK), MA mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan. Masa pencabutan hak politik juga dipangkas dari 5 tahun menjadi hanya 2 tahun 6 bulan. Pengurangan ini menjadi dasar pemberian pembebasan bersyarat.

Selama di Lapas Sukamiskin, Setya Novanto sempat viral karena menempati sel mewah, membawa ponsel, dan diduga keluar tahanan untuk keperluan pribadi. Hal ini menimbulkan kesan bahwa ia mendapat perlakuan istimewa.[Nug] 


Tinggalkan Komentar