Penyelenggara pemilu perlu menjaga citra kelembagaan. Hal ini dilatarbelakangi makin banyaknya ujian dari internal atau eksternal kepada penyelenggara pemilu. Dari internal seperti kasus operasi tangan tangan (OTT) Panitia Pengawas Pemilu (Panswas) Garut, terlambatnya pemilihan komisioner baru disejumlah daerah, hingga pada urusan teknik komunikasi lambannya merespon sejumlah isu publik.
Sedangkan dari eksternal, seperti beredarnya kabar telah tercoblosnya tujuh (7) kontainer surat suara.
“Para penyelenggara mesti aware untuk sejumlah isu publik krusial. Jangan sampai telat menyikapinya. Jika telat, maka tak ubahnya seperti pemadam kebakaran saja. Jika sudah demikian maka wajah penyelenggara menjadi tidak baik di mata publik,” kata Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH), Dian Permata, dalam diskusi di kantor Bawaslu/DKPP, Jakarta (22/1/19).
Kondisi tersebut dapat dilihat dari potret riset yang dilakukan FFH bersama Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) yang difasilitasi Kementerian Dalam Negeri. Riset itu dilaksanakan di enam (6) provinsi, yakni Sumatera Barat, Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Riset tersebut dilakukan pada medio Agustus-Desember 2018. Sampel responden sebanyak 600 mahasiswa (milenial). Adapun, riset ini khusus memotret mahasiswa (mililenial) tentang kepemiluan.
Di riset itu diketahui, tingkat kepercayaan publik-mahasiswa (milenial) terhadap penyelenggara pemilu mesti ditingkatkan lagi. Mengingat pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) masih tiga (3) bulan ke depan. Dari riset tersebut diketahui, sebanyak 55,93 persen sangat percaya dan percaya kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Sedanhkan, sebanyak 27,48 persen tidak percaya dan sangat tidak percaya.
Sementara, untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), 59,96 persen sangat percaya dan percaya. Sebanyak 25,96 persen percaya dan tidak percaya.
Sedangkan, untuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), 52,85 persen percaya dan sangat percaya. Kemudian, 26,6 persen tidak percaya dan sangat tidak percaya.
Karena itu, Dian menyarankan, pelaksanaan pemilu yang kurang tiga bulan ke depan harus diperhatikan serius oleh penyelenggara pemillu.
“Jangan sampai ketidak hati-hatian penyelenggara pemilu dalam menjalankan masa tahapan pemilu krusial justru mereduksi dari sisi penyelenggaraan pemilu,” katanya.[sbk]