Menanti Kongres V PAN, Bertahan Sebagai Partai Reformasi atau Tergulung Oligarki? - Telusur

Menanti Kongres V PAN, Bertahan Sebagai Partai Reformasi atau Tergulung Oligarki?


Oleh : Abdullah Uwais Alatas
(SILABNA -Silaturahmi Anak Bangsa)

Kongres kelima PAN yang diperkirakan akan berlangsung awal Februari nanti menarik untuk dicermati. Kongres nanti pastinya akan mempengaruhi perjalanan politik PAN ke depan. Dari satu partai yang memiliki benchmark sebagai partai reformasi dengan ketokohan seorang Amien Rais yang membidani lahirnya era reformasi atau justru terpuruk seperti realitas sekarang?

Mengusung PAN sebagai partai reformasi, nampaknya mulai berat dijalani saat ini. Daya kritis PAN sebagai partai pengusung reformasi terlihat jauh menurun. Persinggungan politisi PAN dengan kekuasaan yang didominasi kekuatan oligarki, baik di pusat maupun di daerah terlihat memberi andil penurunan kiprah politik PAN di masyarakat.

PAN sebagai partai yang dikenal sebagai lokomotif reformasi, nampak limbung saat ini. Idiologi perjuangan yang berasaskan nilai perjuangan reformasi tidak lagi bisa direspon dengan baik oleh para elite politisinya sendiri. Isu-isu politik nasional yang terjadi, misanya berkaitan dengan pelemahan hukum dan institusi hukum, matinya demokrasi dan makin rendahnya kesejahteraan ekonomi masyarakat tidak lagi mampu dijamah elite politisi PAN sebagai juru bicara rakyat. Beda jauh kualitas dan kapasitas politisi PAN yang menjadi wakil rakyat saat PAN dipimpin oleh ayatullah reformasi, Amien Rais. Tidak cukup terlihat politisi PAN sebagai nara sumber handal dan produktif menyuarakan komitmennya atas cita-cita reformasi di media massa.

Fakta di atas memang terasa pahit bagi masyarakat yang masih memiliki harapan terhadap PAN sebagai partai yang membela kepentingan rakyat. Harapan ini, tentunya terlihat dari sejauh mana seorang Amien Rais dan pendukungnya mampu membaca pelemahan yang terjadi saat ini di tubuh PAN dan seberapa kuat kemampuannya melakukan reaktualisasi spirit reformasi melalui figur yang tepat untuk memimpin PAN ke depan. Harapan masyarakat kali ini, bahkan bagi aktivis dan politisi PAN sendiri memang tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Amien Rais sebagai tokoh berpengaruh yang mampu meredam PAN dari pengaruh oligarki.

Menjelang kongres PAN nanti tercatat telah 5 kandidat yang akan maju bersaing. Di samping Zulkifli Hasan sebagai incumbent, juga ada nama Mulfachri Harahap, Drajad Wibowo, Asman Abnur, dan Bima Arya.

Kembalinya Zulkifli Hasan bertarung untuk menjadi ketua umum PAN amat disayangkan. Ini disebutkan sebagai bentuk penyimpangan dari tradisi kepemimpinan di PAN selama ini yang hanya satu periode saja. Dimulai dari Amien Rais, Sutrisno Bachir dan Hatta Rajasa.

Kepemimpinan Zulkifli Hasan saya nilai telah membuat kiprah politisi PAN di DPRD dan DPR RI mandul daya kritisnya dibandingkan dengan, misalnya partai oposisi seperti Gerindra atau PKS. Ini disebabkan karakteristik Zulkifli Hasan sendiri dinilai abu-abu terhadap kekuasaan. Sikap ini jelas tidak menguntungkan PAN sebagai partai reformasi. Masyarakat menilai bahwa wakil rakyat dari PAN tidak mampu lagi berhadapan dengan pemerintah di saat makin lemahnya hak-hak rakyat atas keadilan hukum, pendidikan, kesejahteraan dan ekonomi rakyat.

Kongres PAN kali ini pada akhirnya harus diakui memang amat krusial. Banyak pihak menilai bahwa eksistensi PAN akan makin terpuruk jika Zulkifli Hasan naik lagi sebagai ketua umum. Sikap abu-abu seorang Zulkifli Hasan jelas akan makin membuat eksistensi PAN lebih melorot lagi di mata masyarakat. Ini dibuktikan juga dengan penurunan jumlah wakil PAN di DPR RI.

Paling memprihatinkan adalah di Jawa Tengah. PAN tidak peroleh satu kursi pun untuk DPR RI pada pemilihan legislatif daerah pemilihan Jawa Tengah tahun 2019 kemarin. PAN hanya mampu memperoleh suara 832.010. Padahal saat Pileg 2014, PAN memperoleh 8 kursi untuk DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah. Jadi boleh disebutkan 8 kader PAN terbaik untuk Jawa Tengah hilang saat ini.

Fakta miris itu menyebabkan Direktur Presidential Studies Decode UGM, Nyarwi Ahmad menilai kepemimpinan Zulkifli Hasan di PAN tidak patut diperpanjang 5 tahun mendatang (GoRiau, 6 Januari 2020).
Lebih miris lagi, kekalahan PAN di Jawa Tengah, ketika temukan fakta bahwa dua partai politik berbasis massa Islam lainnya, seperti PKB dan PKS malah mengalami panen raya perolehan suara.

Minimnya strategi marketing dan perilaku politik abu-abu Zulkifli Hasan memang pada akhirnya menuai banyak kritik. Harus dimulai untuk pilihan kandidat baru sebagai solusi agar PAN tidak tambah terpuruk pada pileg tahun 2024 nanti.

PAN juga wajib dijauhkan dari kekuatan oligarki yang berkepentingan merubuhkan jati diri PAN sebagai partai reformasi. Pertarungan dalam kongres nanti juga tidak lepas dari sinyalemen adanya tangan kekuasaan oligarki untuk mendudukkan kembali Zulkifli Hasan sebagai ketua umum PAN. Adapun dengan kandidat Asman Abnur, seorang mantan menteri di era Jokowi-JK dinilai hanya berperan untuk mengecilkan suara kandidat penantang Zulkifli Hasan saja.

Sudah saatnya PAN memperoleh nakhoda baru. Ini tidak saja untuk mempertahankan tradisi demokrasi PAN yang egaliter, tetapi juga untuk kembalikan ruh reformasi kembali menjadi nafas perjuangan politik PAN. Peran politik Amien Rais tidak boleh dihilangkan. Bahkan wajib diperkuat. Ini satu cara paling ampuh menyelamatkan PAN dari kepentingan oligarki. Tidak boleh PAN mengulang akrobatik dua pemimpin partai politik menengah yang membawa petaka tidak lolos electoral treshold setelah bersinggungan dengan kekuasaan oligarki.


Tinggalkan Komentar