“Merajut Ingatan yang Hilang”: Pameran HAM ITS Bangkitkan Kesadaran Kemanusiaan Mahasiswa - Telusur

“Merajut Ingatan yang Hilang”: Pameran HAM ITS Bangkitkan Kesadaran Kemanusiaan Mahasiswa

adan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS bersama sejumlah himpunan mahasiswa dan lembaga eksternal menggelar Pameran HAM bertajuk “Merajut Ingatan yang Hilang” di Plaza Dr. Angka, ITS Surabaya, pada 28–31 Oktober 2025. Foto: Istimewa.

telusur.co.id -SURABAYA - Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda sekaligus menggugah kesadaran akan isu Hak Asasi Manusia (HAM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS bersama sejumlah himpunan mahasiswa dan lembaga eksternal menggelar Pameran HAM bertajuk “Merajut Ingatan yang Hilang” di Plaza Dr. Angka, ITS Surabaya, pada 28–31 Oktober 2025.

Pameran ini menjadi hasil kolaborasi antara BEM ITS, HIMA RUPA DKV ITS, HMDI ITS, HIMA IDE ITS, serta mitra eksternal seperti KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) Surabaya. Kolaborasi lintas bidang ini menjadikan pameran bukan sekadar ruang seni, tetapi juga ruang refleksi dan dialog kemanusiaan.

Pameran “Merajut Ingatan yang Hilang” mengangkat berbagai peristiwa pelanggaran HAM di Indonesia, mulai dari tragedi 1965, Tanjung Priok, pembunuhan Munir, hingga tragedi Kanjuruhan. Seluruh peristiwa tersebut dihadirkan dalam bentuk karya visual, instalasi, foto dokumenter, dan video interaktif yang menggugah emosi.

Ruang pamer dirancang sebagai arena refleksi, mengajak pengunjung menelusuri jejak sejarah kelam bangsa sambil merenungkan pertanyaan besar: Apakah kita benar-benar sudah merdeka dari ketidakadilan dan kekerasan negara?
Penanggung Jawab Pameran HAM, Wisnu menyatakan bahwa, kegiatan ini lahir dari kegelisahan atas banyaknya tragedi kemanusiaan yang tak kunjung mendapat keadilan. 

Melalui pameran ini, BEM ITS berupaya menyalakan kembali empati dan kesadaran moral mahasiswa terhadap isu HAM yang kerap diabaikan. Pameran terdiri dari dua bagian utama: pameran utama dan kegiatan pendukung.

Pada pameran utama, pengunjung diajak menelusuri instalasi seni dan arsip visual interaktif dari berbagai tragedi kemanusiaan. 

Sementara kegiatan pendukung mencakup diskusi publik tentang kebijakan HAM di Indonesia bersama aktivis dan akademisi, serta Lapak Baca, yaitu ruang literasi yang menampilkan koleksi buku sejarah dan sosial-politik.
Respon masyarakat terhadap pameran ini sangat positif. Banyak pengunjung menyebutnya sebagai pengalaman emosional dan edukatif. 

Ungkapan seperti “terpukau,” “merinding,” “tercerahkan,” dan “menyadari bahwa negeri ini belum baik-baik saja” menjadi refleksi nyata dari dampak pameran ini.

Banyak pula yang mengaku baru mengetahui tentang tragedi-tragedi seperti Marsinah, Biak Berdarah, atau pembunuhan dukun santet Banyuwangi. 

Dari sisi artistik, instalasi dan atmosfer ruang pameran mendapat banyak pujian karena dinilai “artistik, filosofis, dan menggugah.”

Bagi BEM ITS, pameran ini menjadi tonggak penting dalam membangun tradisi reflektif di lingkungan kampus. 

BEM ITS ingin menegaskan bahwa mahasiswa tidak hanya berperan sebagai inovator teknologi, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

Melalui karya, refleksi, dan dialog, mahasiswa ITS berupaya menghidupkan kembali ingatan kolektif bangsa agar luka masa lalu tidak lagi terkubur dalam diam, tetapi menjadi pelajaran menuju masa depan yang lebih manusiawi. (ari)


Tinggalkan Komentar