telusur.co.id - Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto meminta agar pemerintah membongkar pagar laut ilegal di kawasan perairan Banten.
Menurut dia, keberadaan pager itu bukanlah sebuah misteri. Jika aparat keamanan serius mengusut, pasti diketahui siapa pihak yang memerintahkan dan mendanai pembangunan pagar laut ilegal tersebut.
"Bahkan kalau pun tidak diketahui siapa yang membangun pagar laut ilegal tersebut Pemerintah bisa segera merobohkannya tanpa harus menunda-nunda waktu lagi," kata Mulyanto dalam keterangannya, Kamis (9/1/25).
Mulyanto menilai, menurut PP No. 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja, aturan sanksi administratifnya sudah sangat jelas.
Pada pasal 195 ayat (h) disebutkan sanksi, bahwa bangunan tanpa izin, termasuk dalam ruang laut, dapat dirobohkan untuk kemudian lingkungannya dapat dipulihkan kembali.
Mulyanto menyebut, keberadaan pagar laut ilegal tanpa diketahui siapa pemiliknya itu merupakan tamparan keras bagi Pemerintah. Saat jumlah Menteri, Wakil Menteri dan Pejabat Negara ditambah, justru tidak ada satupun instansi Pemerintah yang tahu siapa yang membangun pagar laut tanpa izin sepanjang 30 kilometer itu.
“Ini kan memalukan. Negara dengan sekian banyak aparaturnya tidak bisa mendeteksi siapa yang melakukan kegiatan ilegal itu. Bisa dibayangkan betapa rapuhnya sistem pertahanan dan keamanan laut kita sehingga ada pihak yang mampu membangun pagar laut ilegal sepanjang 30 km tanpa diketahui aparatur negara. Padahal ini masih dekat dengan Istana Negara di Jakarta,” tegas Mulyanto.
Seharusnya, lanjut Mulyanto, Pemerintah berani menindak tegas siapun yang terlibat dalam aksi ilegal ini. Apalagi Ombudsman RI yang sudah turun ke lapangan memeriksa dan menyimpulkan ada dugaan mal-administrasi terkait pembangunan pagar laut tersebut.
"Berdasarkan temuan Ombudsman itu harusnya Pemerintah segera ambil tindakan pembongkaran, bukan sekedar menyegel," tegas Mulyanto.
Mulyanto menyebut keberadaan pagar laut ilegal itu merugikan nelayan. Rute yang harus ditempuh nelayan jadi lebih jauh sehingga biaya operasional melaut bertambah. Padahal pendapatannya tetap.[Fhr]