Pakar UNAIR Tekankan Pentingnya Literasi Digital dan Keamanan Siber Terkait Penundaan Payment ID - Telusur

Pakar UNAIR Tekankan Pentingnya Literasi Digital dan Keamanan Siber Terkait Penundaan Payment ID

Dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga (UNAIR). Foto: Istimewa.

telusur.co.id -Rencana Bank Indonesia (BI) untuk meluncurkan sistem Payment ID pada 17 Agustus 2025 mengalami penundaan. Payment ID, yang dirancang sebagai sistem identitas pembayaran berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), sempat digadang-gadang akan menjadi solusi satu pintu untuk pencatatan aktivitas transaksi keuangan perorangan.

Meski peluncurannya tertunda, wacana mengenai sistem ini menuai berbagai tanggapan. Salah satunya datang dari Aziz Fajar, S.Kom., M.Kom., dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga (UNAIR). Aziz menyebutkan bahwa konsep Payment ID memiliki potensi untuk membantu lembaga keuangan dalam mendeteksi potensi fraud (kecurangan).

Menurut Aziz, keunggulan utama dari sistem Payment ID adalah kemampuannya untuk memantau transaksi keuangan dan mendeteksi anomali atau potensi kecurangan. "Misalnya, jika transaksi harian seseorang biasanya hanya sekitar 100 ribu atau 50 ribu, lalu tiba-tiba ada transaksi sebesar 500 juta, dengan Payment ID, kita bisa langsung mengetahui siapa yang mengirim dan siapa yang menerima," jelas Aziz.

Dengan sistem yang terintegrasi ini, ia juga menambahkan bahwa pemerintah dapat memantau aktivitas transaksi keuangan tanpa harus membuka data secara manual. Semua informasi dapat diakses melalui satu pintu, yang tentunya mempermudah pemantauan.

Namun, di balik potensi keuntungannya, Aziz mengingatkan bahwa implementasi Payment ID menghadapi tantangan besar, terutama terkait dengan keamanan data pengguna. Ia mengingatkan kembali tentang kasus kebocoran data KTP yang pernah terjadi di Indonesia sebagai pelajaran penting. Tanpa perlindungan siber yang kuat, Payment ID justru bisa menjadi celah baru bagi penyalahgunaan data pribadi.

"Sebenarnya, jika data kita bocor, orang yang tidak berkepentingan bisa melihat bagaimana pola pengeluaran kita. Data ini bisa dijual lagi ke perusahaan swasta, misalnya ke perusahaan pinjaman online (pinjol)," ungkap Aziz.

Aziz menegaskan bahwa keberhasilan implementasi Payment ID sangat bergantung pada kualitas keamanan siber yang ada. Jika sistem tersebut berjalan dengan baik dan aman, pemerintah akan lebih mudah untuk menggagalkan transaksi ilegal, seperti judi online dan aktivitas ilegal lainnya. Sebaliknya, jika sistem keamanannya lemah, masyarakat bisa enggan bertransaksi secara digital.

"Jika keamanannya lemah, masyarakat bisa kembali ke transaksi offline, yang justru akan memperlambat perkembangan ekonomi digital di Indonesia," jelas Aziz.

Selain aspek teknis, Aziz juga menyoroti pentingnya literasi digital di kalangan masyarakat sebagai langkah awal yang krusial. Ia menilai edukasi tentang keamanan transaksi digital perlu diberikan sejak usia dini, khususnya di tingkat SMA hingga perguruan tinggi, ketika banyak individu mulai mengelola keuangan secara mandiri.

"Literasi digital juga penting diberikan kepada orang tua. Banyak yang merasa tidak akan bersentuhan dengan dunia digital, padahal dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktivitas sekarang melibatkan perangkat digital," ujar Aziz.

Aziz menyimpulkan bahwa meskipun Payment ID memiliki potensi besar dalam meningkatkan efisiensi dan keamanan transaksi keuangan, pemerintah harus memperkuat infrastruktur cybersecurity terlebih dahulu untuk mencegah risiko kebocoran data. Selain itu, literasi digital harus menjadi fokus utama untuk mempersiapkan masyarakat agar dapat memanfaatkan sistem ini secara aman dan efektif.


Tinggalkan Komentar