Pengakuan Pelaku Aborsi di Bekasi: Suami Sakit dan Himpitan Ekonomi - Telusur

Pengakuan Pelaku Aborsi di Bekasi: Suami Sakit dan Himpitan Ekonomi

Ungkap kasus praktik aborsi ilegal di Polda Metro Jaya, Rabu (10/2/21) (foto: telusur.co.id/ Tri Setyo)

telusur.co.id - Subdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap tiga tersangka dalam kasus praktik aborsi ilegal. Tersangka sepasang suami istri berinisial ER dan ST dan seorang ibu yang menggugurkan kandungannya berinisial RS.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, alasan RS menggugurkan darah dagingnya lantaran terdesak kondisi ekonomi. Dia tidak menginginkan anak lagi karena khawatir dengan biaya yang harus dikeluarkan ke depannya.

"Motif RS mengaborsi ini karena masalah ekonomi, dia khawatir kalau punya anak lagi. Mengingat suaminya sedang sakit sehingga ada keterbatasan ekonomi," ujar Yusri di Mapolda Metro Jaya, Rabu (10/2/21).

Saat ditanya apakah suami RS tahu mengenai niatnya menggugurkan kandungan, Yusri belum dapat menjelaskan. Karena pihak kepolisian belum melakukan pemeriksaan terhadap suami RS.

"Kami belum melakukan kepada suaminya, nanti kita lakukan pendalaman. Karena menurut si ibu pemilik janin itu niatan dia sendiri. Bahkan dia sendiri yang pergi mencari orang-orang yang bisa mengaborsi," terangnya.

Menurut Yusri, salah satu alasan mengapa banyak orang yang menggunakan jasa aborsi ilegal adalah identitas yang terjaga. Para penyedia jasa aborsi ilegal memang tidak pernah meminta data diri dari calon pasiennya.

"Pertama karena data pribadi itu tidak dimunculkan yang asli atau disamarkan. Sehingga banyak orang yang kesitu karena tidak diminta KTP, tidak menyebut nama asli atau alamat," jelasnya.

Sebelumnya, Dalam kasus ini polisi turut menyita sejumlah barang bukti, seperti satu jasad janin bayi, sepucuk airsoft gun, uang Rp 39,4 juta, satu set alat vakum dan sejumlah obat perangsang aborsi.

Atas perbuatannya, tersangka akan dijerat dengan Pasal 194 juncto Pasal 75 ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dan atau Pasal 77A juncto Pasal 45A UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan atau Pasal 53 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda Rp 10 miliar. (fhr)


Tinggalkan Komentar