Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Adi Prayitno menganggap wajar jika ada kritik dan kecurigaan terhadap penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu tidak netral. Namun, kecurigaan tersebut menurutnya tak perlu berlebihan.
“Apalagi ada keinginan dan asumsi untuk mengaudit IT KPU. Penghitungan kita itu pakai metode manual, jadi scan C1 yang ada di TPS-TPS itulah yang kemudian dijadikan bahan dan instrumen untuk mengkalkulasi siapa paslon siapa yang menang. Jadi ga terlalu perlu juga IT ini sebenernya,” kata Adi kepada telusur.co.id, Sabtu (9/3/19).
Menurutnya, dugaan penyelenggara pemilu tidak netral berawal dari dua peristiwa politik. Yang pertama adalah soal kotak suara yang terbuat dari kardus, dan yang kedua saat debat pertama ada pemberian kisi-kisi pertanyaan terhadap paslon.
“Pertama, kotak suara dati kardus, kecenderungan untuk dirusak, untuk diganti kertas suaranya, terutama di daerah-daerah yang terpantau itu cukup terbuka, terutama petahana, kan begitu kecurigaannya,” terang dia.
Yang kedua, lanjut dia, kisi-kisi debat yang dibocorkan ini seakan menguntungkan petahana dan tak menguntungkan paslon lain.
“Tapi nyatanya tanpa kisi-kisi Jokowi juga lancar. Justru yang pertama yang dikasih kisi-kisinya Jokowi gak tampil maksimal, terlihat kaku, jaim. Tapi yang kedua yang tanpa kisi-kisi justru Jokowi yang kelihatan lebih lancar,” tambahnya
Menurut dia, boleh saja mengkritik dan mencurigai penyelenggara pemilu tidak netral. Tapi, dia mengingatkan, penyelenggara pemilu adalah lembaga yang sah yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menyelenggarakan pemilu.
“Jadi kalau memang ada kecurangan ya silahkan ungkap. Toh sekarang semua saksi calon itu ada. Ada dari paslon 01, paslon 02, ada saksi parpol karena pemilunya serentak. Kan di Pileg semua Parpol peserta ikut,” terangnya.
Karenanya, dia menilai, tidak mungkin kecurangan itu terjadi di tengah pantauan begitu banyak saksi yang ditugaskan parpol dan paslon.
“Ada 14 saksi parpol, saksi pilpres, dan petugas TPS. Belum lagi kalau ada media. Mereka akan memplelototi pemilihan pilpres, pemilihan caleg dan pemilihan DPD. Mau bohong dari mana coba,” katanya.
Lebih jauh dia juga menjelaskan, petugas KPPS itu wajib memberikan salinan rekap suara kepada saksi-saksi parpol. Kalau itu tidak diberikan, maka petugas tersebut kena pidana pemilu, kena sanksi.
“Artinya, saksi walaupun gak minta hasil rekap penghitungan suara, itu wajib diberikan oleh petugas,” ujarnya.
“Jadi, kritis boleh, warning boleh, tapi jangan lebay. Karena kemungkinan melakukan kecurangan itu sangat susah,” pungkasnya.[asp]