telusur.co.id - Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri baru pengganti Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang akan pensiun 25 Januari 2021, dianggap kurang cocok di tengah persialan sekarang ini.
Meskipun pemberitaan soal penunjukan nama Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri baru pengganti Jenderal Idham Azis, belum terkonfirmasi, namun yang perlu dipikirkan oleh kita semua adalah bagaimana menunjuk seorang Kapolri yang tepat, yang bisa menjawab kebutuhan Negara ke depan, dengan melihat dinamika politik yang berkembang saat ini.
"Karena memilih seorang Kapolri, tidak semata-mata urusan hak prerogatif Presiden dan tidak absolut menjadi hak prerogatif Presiden, karena secara mekanisme harus melalui usul dari Kompolnas, dan diuji kelayakan dan kepatutan oleh DPR, kemudian dikrim ke Presiden agar Presiden tidak terjebak dalam pola rekrutmen seperti membeli kucing dalam karung, " ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/1/2021).
Sambungnya, di tengah munculnya gerakan radikalisme, intoleransi dan terorisme dengan basis ormas radikal dan berpaham khilafah yang ada di mana mana dan belum tertangani dengan baik, maka kriteria untuk menjadi Kapolri pasca Jenderal Idham Azis, adalah tipe atau karakter Kapolri yang membawa visi negara menjaga NKRI tanpa kenal gigi mundur.
Adalah tidak realis sosok Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo, untuk jabatan Kapolri, karena ia tidak punya track record yang dibanggakan yang menjadi kredit point untuk jabatan Kapolri, apalagi selama menjadi Kabareskrim, terjadi masalah mismanagement dalam penanganan kasus Djoko S Tjandra, yang berakibat dua Jenderal Polisi menjadi tumbal akibat salah urus keresersean.
"Selain itu Kapolri baru 2021 ke depan harus mampu mewujudkan komitmen nasional dan internasional Negara dalam menjaga ketertiban umum dan ketertiban dunia sesuai amanat konstitusi, yaitu menjaga NKRI dari ancaman ideologi khilafah, Radilalisme, Intoleransi dan Terorisme demi mewujudkan ketetiban dunia sebagai komitmen internasional, " paparnya.
Karena itu teori Irjen Pol. Moh Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya bahwa menghadapi ormas radikal "tidak ada gigi mundur
"nilah yang harus menjadi style Polri ke depan dan sosok tidak ada gigi mundur seperti inilah yang layak jadi Kapolri, sesuai kebutuhan negara pada saat ini, " bebernya.
Oleh karena itu sebelum terlambat dan masih ada waktu, Kompolnas dan Komisi III DPR sebaiknya membuka Kotak Pengaduan untuk menampung informasi dari masyarakat tentang rekam jejak atau track record para calon Kapolri, agar Kompolnas dan DPR tidak terjebak dalam pola rekrutmen yang bersifat tertutup, seperti membeli kucing dalam karung.
"Media mengangkat rekam jejak prestasi Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo diukur dari pengungkapan kasus Novel Baswedan dan kasus penangkapan Djoko S. Tjandra, sebagai referensi menuju Tb 1, maka di mata publik, ini adalah langkah mundur dan sangat memalukan. Untuk itu kotak informasi dari masyarakat pencari keadilan mutlak ada dan harus dibudayakan, " ungkapnya.
Publik melihat penanganan kasus Novel Baswedan dilakukan secara setengah hati, sehingga hasilnya juga minus malum, sedangkan kasus Djoko S.Tjandra justru merupakan potret buram penegakan hukum di era Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit Prabowo, karena buronan terpidana Djoko S. Tjandra sempat melanglang buana mengurus KTP, mengajukan PK dll. sehingga terkesan dibiarkan dengan daya rusak yang tinggi, hingga 2 (dua) Jend. Polisi menjadi tumbal.
"Karena itu demi masa depan NKRI yang lebih baik, terutama penanganan masalah ketertiban umum, penegakan hukum, dan pengayoman terhadap masyarakat yang heterogen, maka Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo, tidak layak diusulkan apalagi dipilih jadi Kapolri 2021 ke depan, " pungkasnya. (fir)