telusur.co.id - Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya setiap warga negara memiliki rekening bank sebagai langkah strategis untuk memperkuat inklusi keuangan di Indonesia. Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan, langkah ini diharapkan dapat memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal.
Sebagai bagian dari komitmennya, pemerintah telah mengadopsi Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) dan membentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang dipimpin langsung oleh Presiden. Untuk memastikan keberhasilan program ini, Prabowo mengundang sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih pada Jumat (21/3) kemarin di Istana Negara, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, serta pejabat penting lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang juga menjabat Ketua Harian DNKI, mengungkapkan bahwa sekitar 89% penduduk Indonesia kini sudah memiliki akses ke fasilitas perbankan. Meski demikian, masih ada daerah-daerah seperti Maluku Utara yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam hal peningkatan inklusi keuangan. "BUMN diminta untuk terus mendorong literasi keuangan agar masyarakat bisa memanfaatkan rekening bank dan memahami risiko investasi," ungkap Airlangga dalam keterangan tertulisnya.
Dengan penetapan kebijakan yang mendukung serta infrastruktur Teknologi Informasi Keuangan yang kuat, diharapkan SNKI akan dapat mempercepat adopsi layanan keuangan sektor Pemerintah, termasuk program elektronifikasi bantuan dan subsidi Pemerintah yang dapat langsung dirasakan masyarakat.
Salah satu sasaran utama inklusi keuangan adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku UMKM, serta kelompok-kelompok sosial tertentu seperti pelajar, mahasiswa, penyandang disabilitas, pekerja migran, dan masyarakat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Airlangga juga mencatat bahwa pada 2023, tingkat inklusi keuangan telah mencapai 88,7% untuk penggunaan akun dan 76,3% untuk kepemilikan akun, dengan target mencapai 91% pada 2025 dan 93% pada 2029.
Meski pencapaian inklusi keuangan Indonesia menunjukkan tren positif, tingkat literasi keuangan yang baru mencapai 65,4% masih menjadi tantangan besar. Kesenjangan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan juga masih terlihat, dengan angka inklusi keuangan di perkotaan mencapai 91,5%, sementara di pedesaan hanya 84,8%.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah meluncurkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 dan mengintegrasikan data sosial-ekonomi nasional melalui Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Sistem ini menggabungkan berbagai sumber data seperti DTKS, Regsosek, dan Data P3KE, serta memungkinkan penyaluran bantuan sosial yang lebih efisien dan tepat sasaran.
"Melalui DTSEN, data penerima bantuan sosial, seperti PKH, Kartu Prakerja, subsidi listrik, dan lainnya, dapat dikelola dengan lebih baik, meningkatkan akurasi, dan memastikan bantuan sampai kepada yang membutuhkan," kata Airlangga.
Dengan sinergi antar instansi dan kebijakan yang mendukung, Pemerintah berharap dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dan mendorong inklusi keuangan yang lebih merata, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia di masa depan.[]