telusur.co.id - Masoud Pezeshkian telah resmi menjadi presiden Republik Islam Iran ke-9 setelah diangkat sumpah jabatan di depan Parlemen Majelis Permusyawatan Islam, yang juga dihadiri oleh para wakil lebih dari 80 negara pada hari Selasa (30/7/24).
Di hadapan kitab suci Al-Quran, Pezeshkian bersumpah untuk menjaga agama resmi negara, Islam, Republik Islam Iran, dan Konstitusi.
“Sebagai presiden, di hadapan Al-Quran dan di hadapan bangsa Iran, saya bersumpah kepada Allah Yang Maha Esa bahwa saya akan menjaga agama resmi, sistem Republik Islam, dan Konstitusi negara,” ungkapnya, dilansir dari Presstv, Rabu (31/7/24).
“Saya akan mendedikasikan seluruh kemampuan dan kualifikasi saya untuk memenuhi tanggung jawab yang dipercayakan kepada saya, dan saya akan mengabdikan diri untuk melayani masyarakat dan mengangkat bangsa, memajukan agama dan etika, mendukung kebenaran, dan memperluas keadilan,” lanjutnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 121 Konstitusi Iran, sumpah presiden harus dilaksanakan di Parlemen, di mana presiden mengambil sumpah jabatan di hadapan legislator dan anggota Dewan Konstitusi bersama dengan ketua Kehakiman.
Upacara pelantikan tersebut dihadiri oleh politisi senior, pejabat militer, dan anggota Parlemen serta pejabat dari 88 negara.
Pezeshkian secara resmi memulai masa jabatan empat tahunnya pada hari Minggu ketika Pemimpin Besar Ayatullah Seyid Ali Khamenei mendukungnya sebagai presiden menyusul kemenangannya dalam pemilihan putaran kedua tanggal 5 Juli.
Pezeshkian mengambil alih jabatan pendahulunya, mendiang Presiden Ebrahim Raisi, yang meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei lalu sehingga dilakukan pemilu dini.
Setelah pelantikan, presiden diwajibkan oleh undang-undang untuk menyerahkan daftar akhir kabinetnya ke Parlemen untuk disetujui dalam waktu dua minggu.
Dalam pernyataan pertamanya setelah menyampaikan sumpah jabatan, Pezeshkian mengimbau dunia agar memanfaatkan kesempatan emas untuk bekerja sama dengan Iran dalam mengatasi tantangan regional dan global.
“Dunia perlu memanfaatkan peluang yang tak tertandingi ini untuk mengatasi masalah regional dan internasional melalui kolaborasi Iran yang kuat, mengupayakan perdamaian, dan bermartabat,” katanya.
Dia berjanji untuk menjunjung tinggi martabat dan kepentingan Iran di dunia, dengan menyebut “martabat, kebijaksanaan, dan kemanfaatan” sebagai tiga pilar pendekatan kebijakan luar negerinya.
Dia menegaskan bahwa keterlibatan konstruktif dengan dunia akan menjadi landasan hubungan luar negeri pemerintahannya. [Tp]