Pengamat politik Rocky Gerung, menilai KPU dan Bawaslu terlalu sibuk mengurusi perkara teknis, saat mengurus Pileg dan Pilpres yang berjalan serentak pada 17 April, 2019.
“Saya juga mau kritik KPU juncto Bawaslu. KPU dan Bawaslu terlalu terlibat dalam soal teknis. Seolah-olah pemilu itu cuma urusan teknis. Tapi Pemilu urusan etis,” ujar Rocky saat memberikan pemaparan di diskusi ‘Bongkar Carut Marut DPT’ di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/3/19).
Lalu, ia mencontohkan mengenai kotak suara yang terbuat dari kardus,yang disedikan KPU dalam Pemilu 2019. Yang pada akhirnya menimbulkan polemik di masyarakat. Hingga, Bawaslu yang disebutnya hanya sibuk mengurusi jari. sehingga disebutnya Bawaslu sebagai ‘Bawasri’ (Bawaslu yang hanya mengurus jari).
“Kalau saya percaya penyelenggara pemilu, mau kotak suara pakai kardus atau kertas nasi pun percaya. Tapi baja pun sekarang nggak percaya. Ini soal etis. Kemudian Bawaslu sibuk memeriksa siapa yang angkat jari. Jadi ‘Bawasri’,” ujarnya.
Dari contoh-contoh itu lah, ia menyebut, banyak kecemasan-kecemasan yang timbul di diri masyarakat terhadap Pemilu kepada penyelenggara Pemilu. ‘Apakah, Pemilu ini memang dirancang untuk menimbulkan kecemasan’.
“Jadi bahwa kita ada dalam situasi kedaruratan berebut kursi darurat, padahal pesawat sudah mau take off. Jadi kita lihat downside dari atas, paket Pemilu ini memang dirancang untuk menimbulkan kecemasan. Karena dalam keadaan kecemasan mudah untuk memanipulasi pemilih,” ungkapnya lebih lanjut.
Seminar ‘Menuju Pemilu Adil dan Berintegritas’ : Bongkar carut marut Daftar Pemilih Tetap (DPT), di Gedung DPR, berjalan dengan panas.
Seminar yang dihadiri oleh Mantan Ketua MPR Amien Rais, Pengamat Ekonom Marwan Batu Bara, Adhiyaksa Dauld, Rocky Gerung, dan Chusnul Mariyah, secara rinci permasalahan DPT yang dinilai, masih banyak yang bermasalah. Padahal, waktu pemilihan tinggal beberapa hari lagi.
Seperti ditemukannya data pemilih yang janggal dan tidak wajar. Yakni, jumlah pemilih tanggal kelahiran 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember dalam jumlah yang sangat besar. Masing-masing 2,3 juta, 9.8 juta dan 5.4 juta.
Data yang tidak wajar itu berasal dari data yang invalid, ganda, dan data tidak melalui proses coklit.
Lalu, telah ditemukan dugaan data kartu keluarga (KK) dan nomor induk kependudukan (NIK) yang terduplikasi, sehingga berimplikasi pada jumlah DPT ganda dalam jumlah jutaan pada 5 provinsi di Jawa. [sbk]