telusur.co.id - Dampak kekeringan mulai terlihat di Pulau Jawa. Bahaya kekurangan air bersih dan kebakaran yang mengancam masyarakat harus segera diantisipasi.
"Ancaman kekeringan dan kebakaran mulai terlihat sebagai dampak dari perubahan iklim yang terjadi. Upaya antisipasi untuk menekan dampak tersebut meluas harus segera dilakukan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/8).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga 23 Agustus 2023 sejumlah wilayah di Jawa Barat mengalami bencana hidrometeorologi kekeringan di 28 kecamatan yang tersebar di 11 kabupaten, Provinsi Jabar. Bencana serupa juga terjadi di lima kabupaten di Jawa Tengah dan satu kabupaten di Jawa Timur.
Menurut Lestari, ancaman kekeringan tersebut harus segera mendapat perhatian para pemangku kebijakan di tingkat pusat dan daerah, mengingat kekurangan air bersih bisa berdampak pada aspek kesehatan masyarakat.
Merujuk catatan UNESCO, rata-rata hak manusia atas air yaitu sebesar 60 liter per orang per hari.
Sedangkan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum juga membagi standar kebutuhan air bersih berdasarkan wilayah.
Standar kebutuhan air bersih masyarakat perdesaan misalnya rata-rata 60 liter per kapita per hari, warga kota kecil kebutuhan air bersihnya 90 liter per kapita per hari, warga kota sedang dengan kebutuhan air bersih 110 liter per kapita per hari, warga kota besar dengan kebutuhan air bersih 130 liter per kapita per hari, dan warga metropolitan dengan kebutuhan air bersih 150 liter per kapita per hari.
Berdasarkan angka kebutuhan air bersih itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, warga metropolitan merupakan kelompok yang paling terancam bila menghadapi kekeringan.
Meski begitu, Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, dengan mulai kekeringannya 16 kabupaten di Pulau Jawa, ancaman kekurangan air bersih mulai menghampiri perdesaan, kota kecil dan kota sedang.
Karena itu, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sangat berharap masyarakat dan para pemangku kepentingan di daerah mulai mengambil langkah untuk mengatasi ancaman kekurangan air bersih itu.
Selain itu, Rerie juga mendorong agar perencanaan pengembangan wilayah di setiap daerah juga harus mengantisipasi sejumlah potensi ancaman bencana, sebagai dampak perubahan iklim yang terjadi.
Setiap daerah, ujar Rerie, harus memiliki kawasan tangkapan air hujan, menggencarkan penghijauan dan sosialisasi penghematan pemanfaatan air bersih, sehingga ketersediaan air bersih bagi daerah tersebut tetap terjaga.
Rerie juga mendorong masyarakat menerapkan pola hidup yang bijaksana dalam memanfaatkan air bersih dalam keseharian, sehingga dampak perubahan iklim dapat ditekan secara signifikan.[]