Singapore Exchange Kecolongan, Data Palsu Digunakan untuk IPO Saham - Telusur

Singapore Exchange Kecolongan, Data Palsu Digunakan untuk IPO Saham


telusur.co.id - Ambiati SH, Notaris senior di Kota Bekasi dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh seorang pengusaha asal Surabaya, Jawa Timur, Agam Tirto Buwono The. Selain Ambiati, Agam juga melaporkan dua orang lagi, yakni Betty Yuniarsih dan Hong Kah Ing. 

Laporan Agam ini tercatat dengan Nomor: LP/B/7751/XII/2024/SPKT/Polda Metro Jaya Tertanggal 18 Desember 2024. 

Dalam laporannya, Agam menyebutkan bahwa Ambiati diduga membuat akta Nomor 34 berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 8 Juli 2013. Di dalam surat kuasa khusus tersebut menggunakan keterangan palsu yang membubuhkan materai tempel yang diterbitkan Dirjen Pajak pada tahun 2016.

Kuasa Hukum Agam Tirto Buwono The, M Mahfuz Abdullah mengatakan, akibat dugaan pemalsuan keterangan dalam akta tersebut, kliennya akhirnya kehilangan saham pada perusahaan. Mahfuz juga memastikan kliennya, Agam tidak pernah menyuruh atau membuat surat kuasa “khusus” kepada Betty Yuniarsih untuk digunakan dalam membuat akta kepada Notaris Ambiati. 

"Klien kami, Bapak Agam Tirto Buwono tidak pernah membuat Surat Kuasa Khusus kepada/ atas nama Betty Yuniarsih selaku Office Manager PT Greenworld Resources, apalagi memindahkan saham seperti yang tercantum dalam surat kuasa tersebut. Setelah kami telusuri, ternyata surat tersebut bertanggal 8 Juli 2013 tetapi membubuhkan materai tempel yang baru diterbitkan oleh Dirjen Pajak pada tanggal 08 September 2016. Jadi sangat jelas pemalsuannya,” kata M Mahfuz Abdullah di kantornya, di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/24).

Dikatakannya, dalam Akta Nomor 34 yang dibuat Notaris Ambiati, tercantum tanggal pembuatan pada 18 Februari 2014 dengan mendasarkan Surat Kuasa Khusus yang dibuat pada tanggal 8 Juli 2013 tersebut dengan materai tempel diterbitkan tahun 2016.  

“Dalam Akta Nomor 34 itulah terlapor Betty Yuniarsih selaku Pihak Pertama melakukan jual beli saham PT Teknik Alum Servis (TAS) kepada Hong Kah Ing selaku Pihak Kedua,” kata Mahfuz.

Para terlapor diduga melanggar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, yaitu Pasal 263 tentang pemalsuan dan atau Pasal 266 tentang pemidanaan pelaku yang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menggunakan akta palsu, Pasal 372 tentang penggelapan. Selain itu, ketiganya juga diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dengan dugaan pelanggaran Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ironisnya, lanjut Mahfuz, data keterangan palsu pada akta palsu tersebut, PT TAS dicatatkan dalam perdagangan bursa saham di Singapura atau Singapore Exchange (SGX).

 “Jadi Singapore Exchange kecolongan, ada perusahaan melakukan IPO dengan data palsu, menyedihkan sekali kan. Kalau ini terbuka ke publik tentu akan mengganggu reputasi SGX sebagai sebuah Lembaga pasar modal terkemuka di Asia, bahkan terkemuka di dunia, kecolongan oleh dugaan pemalsuan data,” pungkasnya.[Fhr] 


Tinggalkan Komentar