telusur.co.id - Keputusan Pemerintah menaikan jumlah subsidi motor listrik dari Rp 7 juta menjadi Rp 10 juta per unit, dinilai tidak tepat sasaran, serta pemborosan anggaran.
Menurut anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS, Mulyanto, harusnya subsidi diberikan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok, bukan membeli barang sekunder seperti motor listrik.
Karena itu, Fraksi PKS menolak kebijakan tersebut lantaran akan membebani APBN.
"Subsidi itu intervensi negara dengan menggunakan uang pajak rakyat untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang tidak mampu, khususnya terkait dengan barang kebutuhan pokok masyarakat," kata Mulyanto kepada wartawan, Senin (13/11/23).
Mulyanto mengingatkan, uang negara haruslah dikelola secara efisien, agar betul-betul dapat meringankan beban dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karenanya setiap pemberian subsidi harus tepat sasaran.
Sementara pemberian subsidi untuk pembeliaan kendaraan listrik baru ini jelas tidak tepat sasaran. Sebab, kendaraan listrik bukan barang kebutuhan pokok masyarakat dan juga ditujukan bukan untuk orang yang tidak mampu.
Mulyanto menilai, ketimbang mensubsidi pembelian motor listrik, lebih baik Pemerintah mensubsidi pupuk, benih, pakan ternak, listrik, energi, agar masyarakat yang tidak mampu dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Apalagi ditengarai bisnis kendaraan listrik ini terkait dengan bisnis keluarga pejabat.
"Inikan kebijakan yang bias," serunya.
Mulyanto menyarankan anggaran subsidi pembelian motor listrik itu dialihkan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat. Misalnya, untuk konversi motor bensin menjadi motor listrik.
"Kalau ditujukan unjuk pengemudi ojek online atau ojek pangkalan sebagai barang produksi, masih dapat dimengerti. Apalagi kalau penggunaan motor listrik konversi itu lebih hemat biaya 'bahan bakar, serta perawatannya," jelas Mulyanto.[Fhr]