Tamsil Linrung: Biaya Pemilu Tambah Mahal, Tapi Kita Semakin Jauh dari Esensi Demokrasi - Telusur

Tamsil Linrung: Biaya Pemilu Tambah Mahal, Tapi Kita Semakin Jauh dari Esensi Demokrasi

Dialog Kebangsaan Kelompok DPD di MPR bertajuk "Katakan Tidak Pada Biaya Pemilu dan Pilkada Mahal" di Lobby Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/22). (Foto: telusur.co.id/Bambang Tri).

telusur.co.id - Ketua Kelompok DPD RI di MPR Tamsil Linrung menilai, meskipun biaya yang dikeluarkan semakin besar, demokrasi di Indonesia semakin hari semakin jauh dari esensinya.

Hal itu disampaikan Tamsil dalam Dialog Kebangsaan Kelompok DPD di MPR bertajuk "Katakan Tidak Pada Biaya Pemilu dan Pilkada Mahal" di Lobby Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/22).

"Biaya pemilu yang begitu besar, sementara ada perasaan juga dirasakan di parlemen ini, utamanya kami di senator ini bahwa sepertinya demokrasi di dalam perjalanan ke sini, semakin kita rasakan semakin jauh dari esensi. Karena itu untuk apa biaya yang begitu besar, sementara kita semakin jauh dari esensi," ujar Tamsil.

Tamsil meragukan biaya Pemilu 2024 yang begitu mahal, yaitu Rp110,4 triliun akan bisa mewujudkan hasil yang maksimal karena sistem yang ada sekarang ini. Diantaranya adalah soal presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden).

"Ini suatu persoalan yang secara transparan bisa kita lihat bahwa biaya pemilu yang begitu besar itu tidak akan mungkin melahirkan figur (presiden) dengan kualitas yang seperti yang kita harapkan," ucap Tamsil.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid menilai biaya Pemilu 2024 bukan mahal, tapi mahal sekali.

"Setelah kita crosceck, anggaran ini dirancang pada masa pandemi. Perhitungannya sampai 2024 pandemi belum berakhir. Jadi seluruh proses yang berkaitan dengan pandemi itu mereka hitung sebagai biaya, masker apa segala macam itu semua mereka hitung," beber Farhan.

Farhan mendapat kabar, honor mereka yang bekerja di KPU dilipatgandakan sampai 300 persen. Alasannya ada tantangan dan kerja berat.

"Jadi terbayanglah berapa jumlah itu akan muncul. Padahal logikanya mungkin ya menurut saya, sebaiknya jangan lebih dari 100 persen lah. Nanti mungkin Pak Tamsil boleh memanggil KPU, meminta rincian itu kemudian merekomendasikan agar DPR mengambil langkah untuk penghematan," saran Farhan.

Turut hadir sebagai narasumber dalam dialog tersebut, pengamat politik dari UGM Prof Mas Roro Lilik Ekowanti dan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. [Hdr]


Tinggalkan Komentar