Tingkatkan Iklim Investasi, UU Migas Perlu Direvisi - Telusur

Tingkatkan Iklim Investasi, UU Migas Perlu Direvisi

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Hariyadi (Foto: Humas DPR RI)

telusur.co.idPemerintah telah menargetkan lifting minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030. Setidaknya, Pemerintah membutuhkan investasi di sektor hulu migas sebesar USD 160 Miliar dalam kurun waktu 10 tahun mendatang hingga 2030.

Untuk itu, dibutuhkan upaya kuat dalam meningkatkan iklim investasi migas di Indonesia melalui penyempurnaan dasar kebijakan UU Migas.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi saat pidato sambutan FGD Komisi VII DPR RI bersama SKK Migas yang digelar di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/5/2023).

"Terlebih lagi, realisasi lifting minyak bumi pada tahun 2022 berada di bawah target yaitu sebesar 612 ribu BOPD atau sebesar 87 persen dibanding target yang ditetapkan. Realisasi migas bumi tahun 2022 juga berada di bawah target yaitu sebesar 940 ribu BOEPD atau 90,68 persen dibanding target yang ditetapkan," kata Bambang, Minggu (28/5/2023).

Turut hadir Anggota Komisi VII DPR RI lainnya yakni, Yulian Gunhar (Fraksi PDI-Perjuangan), Lamhot Sinaga, Bambang Hermanto, Gandung Pardiman (Fraksi Golkar), Ina Elisabeth Kobak (Fraksi Nasdem), Ratna Juwita Sari (Fraksi PKB), Sartono Hutomo (Fraksi Demokrat), Rofik Hananto (Fraksi PKS), dan Nasril Bahar (Fraksi PAN).

Kemudian dari SKK Migas dihadiri oleh segenap jajaran pejabat SKK Migas antara lain Sekretaris SKK Migas Shinta Damayanti, Kepala Divisi Hukum SKK Migas Didik Sasono Setyadi, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro dan segenap jajaran stakeholder SKK Migas.

"Kemudian daya tarik investasi migas di Indonesia saat ini mengalami trend penurunan. Internal Rate of Return (IRR) sektor migas di Indonesia masih jauh berada di bawah IRR global yaitu sebesar 10,4%," kata Bambang Haryadi.

Menurut Politisi Fraksi Partai Gerindra ini, saat ini, tata kelola migas di Indonesia sudah diatur oleh UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 menggantikan UU Pertamina Nomor 8 Tahun 1971.

Kendati demikian, Komisi VII DPR RI berpandangan bahwa dalam implementasinya UU Migas telah menimbulkan berbagai persoalan hukum. 

Salah satunya, ungkap Bambang, UU tersebut telah dilakukan beberapa kali pengujian di MK dan telah terdapat putusan MK terhadap UU Migas yang mewakili dua isu penting yaitu tentang sistem penyelenggaraan atau pengelolaan migas dan mengenai lembaga pengelola migas sebagai implementasi dari konsep dikuasai negara.

"Berdasarkan beberapa permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pengelolaan migas di Indonesia, maka Komisi VII DPR RI periode ini memandang perlu menyempurnakan dasar kebijakan dengan melakukan perubahan UU Migas," pungkas Bambang.


Tinggalkan Komentar