Telusur.co.id - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Letnan Jendral (Purnawirawan) Nono Sampono melihat tidak ada unsur politis dari surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/982.a/XII/2017 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan TNI yang dikeluarkan dan ditandatangani Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Sebagai seorang mantan perwira TNI, Nono memperkirakan, dibatalkannya mutasi untuk beberapa perwira tinggi oleh Panglima karena ada hal yang menurut panglima sendiri belum dirasa memenuhi.
Sebab, kata Nono, untuk mengeluarkan surat keputusan mutasi, Panglima harus membahasnya dalam rapat Pra Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) TNI yang dihadiri Kepala Staf Umum TNI, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Laut dan Udara, Irjen TNI, Kabais TNI.
“Kenapa ada yang dianulir ada yang tidak. Kesimpulannya saya, sebagai bekas TNI. Ada yang memenuhi ada yang tidak. Itu wajah,” ucapnya di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/12).
Hanya saja, diakuinya, untuk mengganti atau memutasi para pejabat bintang tiga keatas. Seperti, Pangkostrad, Pangdam Jaya, Komandan Marinir, Dirjen Kopasus, Komandan Paspampres tidak bisa diganti begitu saja dan harus dikonsultasikan kepada presiden RI.
“Bukan ikut campur tangan presiden. Tapi di konsultasikan ke Presiden. Bagaimana mau ganti Paspampres tidak bilang ke presiden,” ungkapnya.
Untuk itu ia menilai dan yakin tidak ada yang salah dalam surat keputusan yang dikeluarkan Panglima Hadi. Apabila keputusan itu dilihat dan dianggap mengandung politik karena Letjen TNI Edy Rahmayadi yang telah mendapatkan rekomendasi dari Parpol maju dalam Pilkada Sumatra Utara, namun saat ini ditarik kembali tetap menjadi Pangkostrad. Nono meyakinkan itu tidak ada.
“Tidak ada (politik). Ini aturan saja. Kan belum mendaftarkan (Edy ikut Pilkada Sumut). Aturannya kan kalau sudah mendaftarkan. Jangan kaitkan ke politik lah. Ini murni aturan saja,” tegasnya.
Nono juga mengingatkan agar ditingkat etika, setiap pejabat publik termasuk panglima di akhir jabatan, sebaiknya tidak perlu mengeluarkan kebijakan yang strategis sebelum diganti.
“Karena apa, karena rawan. Begitu yang baru datang diganti lagi. Ya ini contohnya. Saya yakin tidak ada masalah politis. Hanya masalah aturan saja,” tegasnya.
Seperti diketahui, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto membatalkan sebagian keputusan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Dalam keputusan tersebut, Hadi menetapkan Letjen TNI Edy Rahmayadi tetap menjadi Pangkostrad.
Pembatalan tersebut tertuang dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/982.a/XII/2017 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan TNI yang dikeluarkan dan ditandatangani Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada Selasa, 19 Desember 2017.
Dalam surat keputusan tersebut disebutkan perubahan pada Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/982.a/XII/2017 yang dikeluarkan dan ditandatangni oleh Jenderal Gatot Nurmantyo pada 4 Desember 2017, tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan TNI atas nama Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi dan 85 perwira tinggi lainnya.
Tak hanya itu, keputusan yang dikeluarkan Jenderal Gatot, disebutkan bahwa Letjen TNI Edy Rahmayadi dari Pangkostrad menjadi Pati Mabes TNI AD, dalam rangka pensiun dini. Dengan adanya perubahan keputusan oleh Marsekal Hadi ini, maka Edy tetap menjadi Pangkostrad.
“Dengan demikian, maka Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/982.a/XII/2017 tanggal 4 Desember 2017 telah diadakan perubahan,” demikian isi kutipan dalam surat keputusan tersebut.| red |