telusur.co.id, Pertumbuhan perkotaan yang pesat di Indonesia telah menimbulkan berbagai tantangan, termasuk berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) dan menurunnya kualitas hidup warga kota.
Meskipun Undang-Undang Penataan Ruang mewajibkan setiap kota memiliki minimal 30% RTH dari total luas wilayah, banyak kota masih belum memenuhi standar ini. Alih fungsi lahan hijau menjadi area terbangun terus terjadi. Hal ini tentu mengancam keseimbangan ekosistem perkotaan dan kesejahteraan warganya.
Peneliti Walhi Jakarta, M. Abdul Baits mengatakan bahwa Jakarta menghadapi masalah serius terkait berkurangnya RTH dan akses air bersih.
"Data menunjukkan luas RTH di Jakarta hanya 5,2% dari total keseluruhan luas Provinsi DKI Jakarta, yang disebabkan karena terjadi penurunan drastis luas RTH dari 25.988 hektar pada tahun 1983 menjadi hanya 3.354 hektar pada tahun 2023," kata M Abdul Baits dalam diskusi publik bertajuk “Ruang Terbuka Hijau dan Pembangunan Kota untuk Rakyat” yang diadakan di Waduk Melati, Tanah Abang (10/08).
Penurunan ini tentu berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan kota, termasuk peningkatan suhu, penurunan kualitas udara, risiko banjir yang lebih tinggi, serta penurunan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.
"Jakarta juga mengalami masalah akses air bersih. Meskipun ada peningkatan persentase akses air layak dari 17,77% pada 2017 menjadi 97,93% pada 2022, masih ada lebih dari 30% rumah tangga di Jakarta yang tidak memiliki akses air secara layak," kata dia.
"Untuk itu Kampanye #PulihkanJakarta yang digagas oleh Walhi Jakarta dan didukung oleh Perkumpulan Betawi Kita dan berbagai komunitas pelestari lingkungan di Jakarta menekankan pentingnya mengembalikan keseimbangan ekologi kota melalui peningkatan RTH dan perbaikan akses air bersih serta mengajak para pemangku kepentingan dan berbagai komunitas masyarakat untuk segera mengambil tindakan untuk memulihkan Jakarta demi masa depan yang lebih baik," pungkas M. Abdul Baits.
RTH memiliki peran krusial dalam menjaga ekosistem, menyediakan oksigen, meningkatkan kualitas hidup warga, serta berfungsi sebagai sarana pendidikan dan ekonomi.
Konsep RTH berkelanjutan diperkenalkan sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang, dengan fokus pada kelestarian lingkungan, kesejahteraan sosial, kelayakan ekonomi, dan pengurangan polusi.
Namun, sektor RTH menghadapi tantangan seperti kurangnya kesadaran masyarakat dan alih fungsi lahan.
Untuk mengatasi hal ini, Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Adm. Jakarta Pusat, Wawan Kurniawan menyarankan adanya peningkatan pendidikan dan pelatihan terkait RTH. Hal ini dilakukan guna meningkatkan produktivitas, kualitas, dan pengetahuan tentang tata ruang hijau perkotaan.
Dalam kesempatan itu, Wawan juga mengutip Al-Quran dalam Surat Al-Baqoroh ayat 205 dan hadits riwayat Bukhori No. 2152 mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan pelestarian alam sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sementara itu, Ketua Komunitas Tanah Abang Peduli Lingkungan (Tape Uli), Gatot Aribowo menyampaikan pentingnya partisipasi masyarakat dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan dan memelihara RTH yang berkelanjutan di perkotaan, khususnya di wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat dalam bentuk pemikiran, gotong royong, dan pengawasan bersama.
Selain menyinggung kebijakan dan regulasi terkait RTH, Gatot juga mengusulkan agar para pemangku kepentingan dapat mengikuti tren dan inovasi terbaru dalam pengembangan RTH seperti taman atap, taman vertikal, dan penggunaan teknologi pintar dalam pengelolaan RTH.
Kegiatan diskusi publik "Ruang Terbuka Hijau dan Pembangunan Kota Untuk Rakyat" ini diadakan oleh Perkumpulan Betawi Kita bekerja sama dengan WALHI Jakarta serta didukung oleh berbagai komunitas pelestari lingkungan di Jakarta antara lain Tanah Abang Peduli Lingkungan (Tape Uli), Padepokan Ciliwung Condet, Laskar Kali Krukut (Laskaru), Ciliwung Muara, Ciliwung Bambon, Sisi Sungai dan Sangga Buana Kali Pesanggrahan.
Kegiatan diskusi ini diharapkan dapat menjadi katalis perubahan dalam perencanaan dan pengelolaan kota.
“Forum ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi inovatif dalam menyeimbangkan kebutuhan pembangunan dengan pelestarian lingkungan, serta memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan. Hasil diskusi ini diharapkan dapat berkontribusi pada terwujudnya kota Jakarta dan kota-kota di Indonesia lainnya yang lebih hijau, inklusif, dan berkelanjutan demi kesejahteraan seluruh warga”, ungkap Ketua Perkumpulan Betawi Kita, Roni Adi.
Selain mengadakan kegiatan diskusi publik, panitia juga melaksanakan kegiatan live performance mural dan penanaman berbagai pohon antara lain kopi, mangga, sirsak, jambu air dan melinjo di areal Waduk Melati di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat yang merupakan simbol komitmen bersama terhadap lingkungan dan generasi mendatang.