telusur.co.id - Masih banyak pasal yang multitafsir dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), yang jika tidak diubah, berpotensi menjadi persoalan ke depan.
Begitu disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati di Jakarta, Sabtu (21/9/19).
"Ada pasal yang secara substansi bermasalah, misalnya membungkam kebebasan sipil, pasal makar, dan pasal menghina presiden," kata Asfinawati.
Selain itu menurut dia, ada pasal yang menyasar ruang pribadi dalam pasal-pasal di RKUHP, seperti terkait dengan perzinahan karena pandangannya relatif.
Asfinawati juga mengingatkan RKHUP malah jadi menambah-nambah pidana pemenjaraan, padahal saat ini dibutuhkan bentuk pemidanaan baru karena penjara atau lembaga pemasyarakatan banyak yang sudah penuh.
"Bayangan saya bakal banyak orang masuk penjara ketika KUHP baru diterapkan. Harapan penjara tidak penuh, tidak akan terjadi," ungkapnya.
Dikatakannya, bahwa Indonesia merevisi KUHP karena merupakan peninggalan kolonial Belanda sehingga jangan sampai RKUHP memiliki semangat kolonial di dalamnya.
Selain itu, tambah dia, DPR mengeluhkan ada banyaknya tekanan dari berbagai pihak dalam pembahasan RKUHP. Namun, DPR seharusnya bisa membahas secara bebas dari kepentingan kelompok tertentu dan membahasnya secara terbuka.
"Ada masa-masa ketika DPR sangat akomodatif dalam pembahasan RKUHP. Akan tetapi, akhir-akhir ini pembahasannya tertutup, di hotel mewah," pungkasnya. [Fhr]