telusur.co.id - Pasca dua kepala desa terkena kasus korupsi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), banyak kepala desa di Kabupaten Bekasi merasa takut menerima program pemerintah pusat tersebut.
Pasalnya, selain program itu anggarannya kecil, yakni hanya Rp150 ribu/bidang, juga tanggung jawab kepala desa sangat besar terhadap program PTSL ini.
“Anggarannya itu antara lain diperuntukan untuk pengukuran, pematokan, dan pembelian 16 materai,” kata Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Bekasi, Bahrudin, Sabtu (14/10/22).
Menurut Bahrudin, dengan anggaran yang minim itu, banyak kepala desa penerima program PTSL menjadi ‘simalakama’.
“Diambil anggarannya kecil, tidak diambil kasihan sama warga. Apalagi PTSL ini program pemerintah pusat," ujarnya.
Diketahui, PTSL merupakan program dari BPN untuk pendaftaran pembuatan sertifikat tanah bagi masyarakat atau familiar bagi masyarakat dengan sebutan sertifikat masal.
Namun dalam pelaksanaannya, program yang mestinya disambut suka cita oleh warga desa setempat, terutama warga kurang mampu, ironisnya program tersebut justru dijadikan ajang untuk menjatuhkan kepala desa yang dilakukan oleh oknum warga yang bersebrangan dengan kepala desa.
“Dalam kasus PTSL ini, terkadang ada juga oknum warga yang menunggangi untuk menjatuhkan kepala desa. Padahal, belum tentu kepala desa melakukannya,” kata Bahrudin.
Menyinggung dua kepala desa yang terkena kasus PTSL, apakah ada bantuan hukum dari APDESI, Bahrudin mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan salah satu kepala desa yang terkena kasus tersebut, terkait bantuan hukum. Tapi, kepala desa itu menolak. Alasannya, sudah punya pengacara.
“Artinya, APDESI sudah berupaya menawarkan bantuan hukum, bahkan APDESI telah meminta kepada Kejaksaan Negeri Cikarang agar kepala desa itu ditangguhkan penahanannya. Namun ditolak dengan alasan ini kasus korupsi,” ujarnya.
Bahrudin mengaku prihatin dengan kekompakan pengurus dan anggota APDESI. Kata dia, banyak kepala desa yang bergabung di APDESI, saat diundang rapat tidak datang. Malah, ada juga kepada desa yang tidak punya WhatsApp sehingga menyulitkan komunikasi.
“Sehingga kebanyakan orangnya hanya itu-itu saja yang ikut rapat,” ucapnya.
Bahkan terkait program PTSL, kata Bahrudin, APDESI sudah menawarankan agar sebelum program PTSL digulirkan dilakukan pertemuan terlebih dahulu. Tujuannya, untuk mencari solusi terutama mengenai minimnya anggaran PTSL. Namun, tidak ada respon dari para kepala desa.
Atas kasus PTSL yang menimpa dua kepala desa, Bahrudin menegaskan, telah melakukan komunikasi dengan pihak kejaksaan, bahkan Kejaksaan Negeri Cikarang telah melaksanakan kegiatan pembinaan hukum kepada para kepala desa.
“Nah, terkait kepala desa yang terkena kasus PTSL, Kepala Kejaksaan Negeri Cikarang meminta agar kedepannya jangan ada lagi yang terkena kasus PTSL,” kata Bahrudin, yang juga Kepala Desa Muktiwari ini.
Mengenai pengaduan warga soal PTSL ke kejaksaan, menurutnya, sepanjang tidak ada bukti, pihak kejaksaan tidak akan menanggapinya. Kalaupun ada bukti, lanjut Bahrudin, kejaksaan akan melakukan penelaahan terlebih dahulu terhadap pengaduan warga tersebut. [Fhr]