Baca Buku 'How Democracies Die', Pakar Komunikasi: Anies Jeli Curi Perhatian - Telusur

Baca Buku 'How Democracies Die', Pakar Komunikasi: Anies Jeli Curi Perhatian

Foto Gubernur DKI Jakarta sedang membaca buku berjudul How Democracies Die yang diunggah di akun media sosial Anies Baswedan, Minggu (22/11/20). (Ist).

telusur.co.id - Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai, Gubernur DKI Jakarta Anies Bawesdan adalah aktor politik yang jeli mengkomunikasikan dirinya dari berbagai sisi. Saat masyarakat cemas dengan dinamika demokrasi di negeri tercinta, Anies pun mempublikasikan foto dirinya sedang membaca buku berjudul How Democracies Die (Bagaimana Demokrasi Mati).

Menurut Jamiluddin, foto Anies itu sebenarnya tampak sederhana.

"Namun karena pejabat di Indonesia jarang mempublikasikan foto dirinya sedang membaca buku, maka foto itu mendapat apresiasi dari masyarakat," kata Jamiluddin kepada wartawan, Selasa (24/11/20).

Selain sederhana, Jamiluddin menilai, foto Anies juga menekankan pejabat yang bukan birokrat.

"Anies ingin memberi pesan, pejabat itu harus terus menerus mengisi kepala dengan membaca," jelas Dosen Isu dan Krisis Manajemen Universitas Esa Unggul, Jakarta ini.

Dalam konteks komunikasi politik, terang Jamiluddin, Anies tampaknya ingin mengubah citra pejabat yang selama ini kaku dan digambarkan tahu segala hal.

"Dengan membaca, gambaran sosok yang serba tahu akan pupus dengan sendirinya," terangnya.

Namun dari semua itu, lanjut Jamiluddin, respon terbesar dari masyarakat disebabkan judul buku itu sesuai dengan  persoalan yang menjadi kehawatiran sebagian besar masyarakat.

"Masyarakat menilai apa yang dirasakannya tentang demokrasi seolah dirasakan Anies," tuturnya.

Jamiluddin berpendapat, di sini terjadi konvergensi antara Anies dan sebagian masyarakat dalam kegusaran dinamika demokrasi di Indonesia.

"Konvergensi ini menciptakan ikatan psikologis dan sosiologis masyarakat kepada Anies," ucapnya.

Meski demikian, Jamiluddin memaklumi, jika ada saja anggota masyarakat yang merespon negatif tampilan Anies dalam foto tersebut.

"Mereka ini umumnya memang sudah sejak awal memiliki sikap awal (predisposisi) yang negatif. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah melihat tampilan Anies dari sisi positif," jelasnya.

Dengan sikap awal negatif, tambah Jamiluddin, melihat Anies sedang tersenyum saja dapat dipersepsi oleh mereka sedang meledek.

"Karena itu, apa pun yang dilakukan Anies akan dinilai negatif," ujarnya.

Jadi, lanjut dia, munculnya pro dan kontra terhadap foto Anies menjadi wajar.

"Sebab, ada yang sikap awal positif dan negatif kepada Anies," pungkasnya.

Diketahui, foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beredar di media sosial dan membuat heboh. Foto tersebut diunggah Anies di sejumlah akun media sosialnya, antara lain Facebook dan Twitter. Foto itu memperlihatkan Anies dengan kemeja putih dan sarung, sedang duduk sambil serius membaca buku How Democracies Die karangan Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Pada latar belakang foto itu tampak lemari kabinet yang memajang buku dan sejumlah ornamen, meja panjang yang menampilkan sejumlah foto, dan lukisan kaligrafi yang tergantung di tembok putih.

Pada akun Facebook, Anies mengunggah foto itu dengan menampilkan kalimat sapaan kepada netizen. "Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi," tulis Anies

Unggahan itu menuai komentar dan penafsiran politik beragam dari berbagai kalangan.

Tercatat ada lebih dari 10 ribu orang yang mengomentari postingan Anies. Sementara 3.500 netizen telah membagikan unggahan itu hingga Senin (23/11/20) pagi. Di Twitter, unggahan Anies itu sempat memicu trending topic bertajuk 'How Democracies Die'.

Dalam buku itu, pengarangnya mengingatkan ancaman kematian demokrasi dengan mengambil kasus di sejumlah negara. Kematian demokrasi terjadi karena terpilihnya pemimpin otoriter, dengan ciri antara lain menoleransi dan menyerukan kekerasan, menolak aturan main demokrasi, bersedia membatasi kebebasan sipil dan media, serta menyangkal legitimasi lawan. [Tp]


Tinggalkan Komentar