telusur.co.id - Upaya untuk membentuk mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bagi pasukan internasional yang akan bertugas menstabilkan Gaza pasca-perang masih dalam tahap pembahasan. Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, mengungkapkan pada hari Senin (3/11/2025) bahwa keputusan mengenai penempatan pasukan tersebut baru akan diambil setelah kerangka kerja yang jelas disusun dan difinalisasi.
Pernyataan tersebut disampaikan Fidan setelah pertemuan dengan para menteri luar negeri dari beberapa negara mayoritas Muslim, termasuk Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, Pakistan, Indonesia, dan Turki di Istanbul. Pembicaraan ini memfokuskan perhatian pada dua isu utama: pertama, memperkuat dan mempertahankan gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan kedua, menangani krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza.
Menurut Fidan, beberapa negara dalam pertemuan tersebut menunjukkan kesiapan untuk berkontribusi pada pasukan PBB yang direncanakan, yang bertujuan untuk memantau pelaksanaan gencatan senjata antara pihak Perlawanan Palestina dan Israel. Pembicaraan ini menjadi penting, mengingat situasi di Gaza yang semakin kritis dan ketegangan yang masih tinggi meski gencatan senjata diumumkan.
Salah satu isu utama yang muncul dalam pembicaraan adalah pelanggaran gencatan senjata oleh Israel. Fidan dengan tegas mengkritik Israel atas pelanggaran berulang terhadap kesepakatan gencatan senjata, yang menurutnya tidak sepenuhnya dilaksanakan. Dia menekankan bahwa Israel memiliki tanggung jawab untuk memastikan masuknya bantuan kemanusiaan yang cukup ke Gaza, sebuah wilayah yang sangat membutuhkan dukungan internasional.
Pernyataan ini merujuk pada data korban tewas yang terus meningkat, dengan laporan terakhir menunjukkan lebih dari 68.865 orang tewas di Gaza sejak konflik dimulai. Sementara itu, sebuah pernyataan dari pemerintah Israel mengklaim bahwa negara mereka telah mengizinkan ratusan truk bantuan memasuki Gaza setiap harinya. Israel juga menuduh Hamas sebagai pihak yang menghalangi bantuan tersebut sampai kepada warga Gaza.
Namun, laporan dari Kantor Media Pemerintah Gaza menyebutkan bahwa hanya 986 truk dari 6.600 truk bantuan yang dijanjikan telah berhasil memasuki Gaza per tanggal 21 Oktober. Hal ini menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut mengenai blokade kemanusiaan yang terus berlangsung.
Turki, yang dikenal sebagai anggota NATO namun juga merupakan salah satu kritik vokal terhadap kebijakan militer Israel di Gaza, menganggap serangan tersebut sebagai genosida. Dalam peran mediasi, Turki terus mendesak agar segera dibentuk pasukan stabilisasi internasional yang dapat mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan mendukung proses rekonstruksi Gaza pascakonflik.
Fidan menegaskan bahwa keputusan untuk mengirim pasukan internasional ini bergantung pada legitimasi dan definisi yang jelas dari misi tersebut. Negara-negara yang terlibat akan menilai apakah mereka siap mengerahkan pasukan berdasarkan kerangka kerja yang akan difinalisasi dalam beberapa minggu mendatang.
Fidan juga mengungkapkan posisi Turki terkait masa depan Gaza, menegaskan bahwa Palestina harus dapat mengatur keamanan dan pemerintahan mereka sendiri pasca-perang. Namun, ia menekankan bahwa langkah-langkah konkret harus diambil terlebih dahulu untuk memastikan bahwa Palestina bisa menjalankan kedaulatan mereka secara penuh.
Sementara itu, bantuan kemanusiaan untuk Gaza tetap menjadi isu utama, dengan negara-negara yang terlibat mendesak agar pasokan bantuan mengalir tanpa hambatan. Mereka juga mendesak agar tujuan jangka panjang tetap mengarah pada tercapainya Palestina yang berdaulat dengan pemerintahan yang kuat dan dapat mengelola wilayah Gaza tanpa intervensi pihak eksternal.
Namun, meski gencatan senjata yang diumumkan pada 10 Oktober masih berlaku, ketegangan terus berlanjut. Beberapa isu kritis, seperti perlucutan senjata Hamas dan penarikan Israel dari Gaza, masih belum menemukan titik temu yang jelas. Keputusan mengenai penempatan pasukan internasional yang difasilitasi oleh PBB juga diperkirakan akan memakan waktu, mengingat kompleksitas situasi dan berbagai pertimbangan politik yang melibatkan banyak negara.
Turki dan mitranya terus mendorong agar inisiatif ini mendapat legitimasi internasional dan memastikan bahwa upaya-upaya ini bertujuan untuk memberikan solusi jangka panjang bagi Gaza yang stabil, aman, dan berdaulat.
Sumber: almayadeen



