telusur.co.id - Penasihat Presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak Sabtu (21/5/22) malam menolak tawaran Barat untuk melakukan gencatan senjata dengan Rusia. Ia mengatakan bahwa gencatan senjata adalah kepentingan Kremlin. Menurutnya, Moskow harus dikalahkan.

"Pemberian konsesi kepada Rusia akan menjadi bumerang bagi Ukraina, karena Moskow akan merespons lebih kuat setelah jeda dalam perang," ujar penasihat presiden Ukraina, seperti dilansir Reuters, Minggu (22/5/22).

"Pasukan (Rusia) harus meninggalkan negara ini, setelah itu baru dimungkinkan untuk melanjutkan pembicaraan damai," imbuh Podolyak.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmitry Kolba mengungkapkan, pihaknya siap melakukan diplomasi, namun tak menyetujui pemisahan sebagian wilayah Ukraina.

"Kami tidak akan menyetujui pemisahan sebagian wilayah (Ukraina), meski demikian kami siap untuk diplomasi," ujar Kolba. 

Sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina (24 Februari 2022), ada beberapa putaran pembicaraan antara delegasi Rusia dan Ukraina di berbagai tingkatan yang belum mengarah pada gencatan senjata yang komprehensif.

Pembicaraan antara menteri luar negeri Rusia dan Ukraina di Turki juga tidak membuahkan hasil signifikan.

Satu-satunya hasil dari negosiasi ini adalah untuk membuka jalan bagi gencatan senjata sementara di beberapa daerah untuk memungkinkan warga sipil keluar dari zona konflik melalui rute kemanusiaan.

Diketahui, menanggapi permintaan berulang Ukraina untuk bergabung dengan NATO dan eskalasi provokasi Barat di dekat perbatasan Rusia, Presiden Rusia, Vladimir Putin menanggapi permintaan bantuan militer dari Donetsk dan Luhansk dengan memerintahkan operasi militer di Ukraina pada 24 Februari yang berlanjut hingga kini.

Moskow berulangkali memperingatkan negara-negara Barat mengenai dampak mempersenjatai Ukraina, serta mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia dan serangan oleh pasukan Ukraina terhadap Rusia yang tinggal di Ukraina timur.

Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat memberikan dukungan keuangan dan militer yang luas kepada pemerintah Ukraina dalam beberapa tahun terakhir, dan terus memasok tentara bayaran sejak awal konflik Ukraina.

Presiden Rusia Vladmir Putin mengklaim operasi militer di Rusia sebagai upaya melakukan de-naziisasi dan perlucutan senjata Ukraina. [Tp]