telusur.co.id - Kegagalan terbesar Israel pasca operasi Badai Al-Aqsa adalah intensifikasi eksodus pemukim Zionis dari wilayah pendudukan. 

Gelombang yang dimulai lebih awal karena ketidakstabilan politik, masalah ekonomi, penindasan dan korupsi telah meningkat dalam sembilan bulan terakhir karena ketakutan akan serangan pasukan pejuang perlawanan.

Setiap hari yang berlalu sejak serangan Zionis Israel terhadap Jalur Gaza dan respons keras pejuang perlawanan Palestina dan Lebanon terhadap kejahatan Zionis, jumlah Zionis yang meninggalkan wilayah pendudukan semakin bertambah, dan mereka tidak bersedia untuk kembali.

Surat kabar The Times of Israel dan kanal 12 rezim Zionis yang dikutip Parstoday, Sabtu (20/7/24) melaporkan statistik imigrasi permanen Zionis pada Oktober 2023 dibandingkan periode yang sama tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat.

Jumlah ini meningkat tajam satu bulan setelah dimulainya perang melawan Gaza, sehingga 30.000 pemukim Zionis bermigrasi secara permanen dari wilayah pendudukan antara November 2023 hingga Maret 2024.

Menurut statistik resmi yang diumumkan oleh Zionis, jumlah orang yang kembali ke wilayah pendudukan dari luar negeri mengalami penurunan sebesar 21%, sehingga antara Oktober 2023 hingga Maret 2024, sekitar 8.898 orang telah kembali.  Padahal data statistik di periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 11.231 orang.

Surat kabar Zionis, Zaman, menulis bahwa hanya dalam 6 bulan pertama perang Israel melawan Gaza, 550.000 Zionis telah meninggalkan wilayah pendudukan.

Sebuah jajak pendapat baru di wilayah-wilayah pendudukan juga menunjukkan bahwa sebagian besar Zionis menuntut gencatan senjata di Jalur Gaza dan kesepakatan dengan kelompok perlawanan Palestina untuk membebaskan para tahanan Zionis. [Tp]