telusur.co.id - Ketua Umum SAHI (Silaturahim Haji dan Umrah Indonesia) Abdul Khaliq Ahmad menilai, Badan Penyelenggara Haji perlu penguatan kelembagaan dan kewenangan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Menurut Khaliq, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mendesak untuk segera direvisi. Karena sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
"Pembentukan Badan Penyelenggara Haji di bawah pemerintahan Presiden Prabowo perlu ditopang oleh regulasi yang kuat agar efektivitas kelembagaan Badan ini bisa optimal dan mampu berperan dalam mengatasi berbagai masalah seputar pelaksanaan Haji dan Umrah yang terus berulang setiap tahun," kata Khaliq dalam Acara Halal Bihalal SAHI, Sabtu (12/4/25).
Sementara itu, Kementerian Agama fokus pada pembinaan dan pendidikan keagamaan yang sangat dibutuhkan umat dalam rangka pengembangan literasi dan penguatan akhlak bangsa.
Terkait dengan Revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Khaliq lebih lanjut merinci usulannya sebagai berikut:
1. Revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus secara tegas dan rinci menyebutkan tugas pokok, fungsi dan kewenangan Badan Penyelenggara Haji sebagai lembaga negara di bawah Presiden yang fokus mengurusi Haji dan Umrah.
2. Undang-Undang harus memuat digitalisasi haji dan umrah sejalan dengan kebijakan digitalisasi haji dan umrah Arab Saudi.
3. Undang-Undanh harus memuat ketentuan mengenai pendaftaran haji yang dibuka sejak anak usia dini untuk mengatasi antrean panjang calon jemaah haji.
4. Undang-Undang harus memuat sanksi yang tegas dan keras terhadap pelanggaran ketentuan pelaksanaan ibadah umrah, seperti penipuan dan penelantaran untuk memberikan jaminan dan perlindungan hukum jemaah umrah.
5. Undang-Undang harus memuat ketentuan setoran awal yang rasional disuaikan dengan kenaikan biaya haji, inflasi, depresiasi rupiah terhadap dolar AS dan riyal Arab Saudi, dan biaya lainnya.
6. Undang-Undang harus memuat ketentuan yang adil dan transparan dalam pembagian imbal hasil dari nilai manfaat dana setoran jemaah haji.
7. Undang-Undang No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dilakukan secara paralel dengan Revisi UU No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
8. Undang-Undang harus memuat kewenangan Badan Penyelenggara Haji, termasuk dalam mengelola keuangan haji. Oleh karena itu, kelembagaan Badan Pengelola Keuangan Haji dilebur dan diintegrasikan ke dalam Badan Penyelenggara Haji.
9. Undang-Undang harus memuat ketentuan perlunya Komite Etik dan Pengawas Haji yang berasal dari pakar dan lembaga perhajian yang profesional dan kredibel.
Demikian usulan SAHI untuk Revisi UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, dan Revisi UU No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.[Nug]