telusur.co.id - Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) tengah memverifikasi terhadap ratusan perusahaan yang diduga merambah hutan dan melakukan alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit yang diduga melanggar perijinan kawasan hutan. Ada ratusan perusahaan perkebunan sawit yang tersebar di sejumlah daerah, salah satunya Best Grup atau BEST Agro International.
Selain Best Group, ada juga Asian Agri, Sinar Mas dan ratusan perusahaan perkebunan sawit. Oleh karenanya, tim Satgas PKH tengah mengkaji dan melakukan verifikasi terhadap 432 perusahaan perambah hutan dan perkebunan sawit.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki, dalam laporan halaman 37, bahwa perusahaan Best Agro adalah group paling besar yang menanam kelapa sawit dalam kawasan hutan.
Menurut Arie yang mendalami isu Hutan & Perkebunan di Greenpeace Indonesia, bahwa perusahaan Best Agro atau Best Group melakukan pelanggaran perijinan kawasan hutan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit. Sebab kelapa sawit tidak boleh ditanam di dalam kawasan hutan.
"Iya (Best Group melakukan pelanggaran ijin perkebunan sawit), otomatis melanggar hukum karena sawit tidak boleh ditanam dalam kawasan hutan tanpa izin pelepasan kawasan hutan," kata Arie dalam keterangannya, Kamis (1/5/2025).
Bahkan, lanjut dia, perusahaan Best Group melakukan penyerobotan kawasan hutan untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Iya (Best Group melakukan penyerobotan kawasan hutan) sebelum diputihkan melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Sebelumnya mereka (Best Group) melakukan penyerobotan kawasan hutan bahkan di kawasan konservasi dan kawasan lindung yang haram hukumnya untuk ditanam kelapa sawit," paparnya.
Saat disinggung apakah Best Group melakukan perbuatan tindak pidana korupsi karena melakukan penyerobotan kawasan hutan dengan melanggar perijinan, kata Arie, hal tersebut apabila ada kerugian negara dan perekonomian negara dan juga keterlibatan pejabat negara dalam proses pemberian ijin terkait alihfungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit.
"Berdasarkan Undang-Undang Kehutanan itu termasuk pidana, namun diputihkan melalui Undang-undang Cipta Kerja yang hanya menjadi denda administrasi. Bisa dikenakan ke tindak pidana korupsi kalau ada kerugian negara, terutama jika ada keterlibatan pejabat negara dalam proses pemberian izin," tuturnya.
Seperti diketahui, di Seruyan, Kalimantan Tengah, PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP) yang merupakan salah satu anak perusahaan dari grup besar perkebunan sawit yaitu BEST Agro International (Best Group) mendapatkan izin usaha perkebunan dari Bupati Seruyan pada saat itu dijabat Darwan Ali.
"Iya , salah satu kasus yang pernah dilaporkan ke KPK. Izin yang diberikan oleh bupati Darwan Ali (kepada Best Group)," tegasnya.
Berdasarkan data Greenpeace Indonesia bahwa kelompok produsen minyak kelapa sawit dengan wilayah tanam terbesar di dalam kawasan hutan, salah satunya dilakukan oleh perusahaan Best Group atau Best Agro Plantation, dan disusul Sinar Mas serta Wilmar.
Dari 25 besar kelompok produsen minyak kelapa sawit berdasarkan wilayah tanam di dalam kawasan hutan. Terdapat empat kelompok produsen minyak kelapa sawit dengan sekitar 50.000 ha atau lebih di dalam kawasan hutan, yakni Best Agro, Sinar Mas (Golden Agri-Resources), Wilmar, dan Musim Mas.
Perusahaan Best Group telah melakukan alihfungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit dan luas kelapa sawit yang ditanam di kawasan hutan dengan total 129.754 hektar (ha) yang berada di beberapa provinsi dan kabupaten.
Namun hingga kini Best Group tidak pernah tersentuh hukum dan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan belum berhasil dikuasai oleh negara melalui satgas PKH.
Sementara itu, Ketua Aktivis Masyarakat Peduli Hutan Indonesia (AMPUH Indonesia), Sasongko Pandji meminta penegak hukum mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan Best Group terkait perijinan kawasan hutan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit. Karena hal tersebut merugikan negara dan juga perekonomian negara.
"Kami meminta penegak hukum untuk mengusut pelanggaran ijin kawasan hutan yang sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit di sejumlah daerah," kata Sasongko.
Namun hingga kini, ia mempertanyakan alasan Best Group tak pernah tersentuh oleh penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Agung (Kejagung). Padahal pelanggaran ijin kawasan hutan dalam perkebunan kelapa sawit yang diduga dilakukan Best Group seperti perkara korupsi yang menjerat Duta Palma Group dan Surya Darmadi sebagai pemilik.
"Apakah pemilik Best Group memiliki kedekatan dengan pimpinan di Kejagung atau oknum penegak hukum, sehingga tidak dilakukan pengusutan terkait dugaan pelanggaran perijinan kawasan hutan yang dilakukan Best Group," ucapnya dengan mempertanyakan.
Kejagung, kata dia, harus mengusut dugaan korupsi yang dilakukan perusahaan Best Group seperti membongkar kasus rasuah yang menjerat Duta Palma Group dan Surya Darmadi. Pasalnya kepala daerah dalam hal ini Bupati yang memberikan izin usaha perkebunan kelapa sawit.
"Sebenarnya banyak perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan pelanggaran izin kawasan hutan yang beralihfungsi menjadi kelapa sawit, salah satunya Best Group atau Best Agro Plantation," ujar Sasongko.
Selain itu, kata dia, Satgas PKH harus melakukan verifikasi terkait dugaan pelanggaran ijin kawasan hutan yang dilakukan Best Agro Plantation terkait alihfungsi menjadi perkebunan sawit. Bahkan selama ini kawasan hutan yang beralihfungsi menjadi perkebunan sawit dikuasai oleh Best Group secara ilegal.
"Oleh karenanya, tim Satgas PKH harus melakukan langkah penguasaan kembali kawasan hutan yang selama ini dikuasai Best Group secara ilegal, dan dikembalikan kepada negara," tegasnya.
Sebab ada jutaan hektar lahan kawasan hutan yang beralihfungsi menjadi perkebunan sawit dan selama ini dikuasai oleh Best Group.
Berdasarkan data lembaga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang disampaikan Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna bahwa ada 3,3 juta hektar (Ha) kawasan hutan di sejumlah daerah di Indonesia yang dialih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit, dan dikuasai oleh sejumlah perusahaan, salah satunya Group BEST Agro International.
Salah satunya berdasarkan catatan data Walhi Kalimantan Tengah, PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP) yang merupakan salah satu anak perusahaan dari grup besar perkebunan sawit yaitu BEST Agro International (Best Group) yang diduga melanggar perijinan terkait alih fungsi kawasan hutan.
PT. HMBP adalah salah satu perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah, perusahaan ini mendapatkan izin lokasi berdasarkan Surat Keputusan (SK) No. 500/48/Ek/2004 seluas 14.000 hektar yang ditandatangani oleh Bupati Seruyan pada saat itu.
Akan tetapi hanya seluas 11.200 hektar izin lokasi (ILok) dan izin usaha perkebunan (IUP) yang didapatkan PT HMBP anak usaha Best Group berdasarkan SK ILOK No 151 tahun 2005 dan SK IUP No.525/352/Ek/2006.
Areal izin perusahaan PT. HMBP juga berada dalam kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi, dan hanya mendapatkan pelepasan kawasan hutan seluas 10.092 hektar dari Kementerian Kehutanan berdasarkan SK PKH No.189/Kpts-II/2000.
Perusahaan juga telah mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 2006 berdasarkan SK HGU No.24/HGU/BPN/06 seluas 11.229,12 hektar.
Berdasarkan hasil penelusuran informasi yang dihimpun, beberapa perusahaan sawit di bawah kendali Best Group yang dimiliki Winarto dan Winarno Tjajadi alias Tjajadi bersaudara modusnya sama dengan Duta Palma Group.
Perusahaan Tjajadi bersaudara ini dinilai memperluas lahan perkebunan sawitnya dengan menggarap lahan negara diduga tanpa izin terutama di Kalimantan Tengah.
Analisis Greenpeace menyebut Best Group memiliki 9 perusahaan perkebunan dengan total 127.220 hektare berada dalam kawasan hutan.
Lahan tersebut termasuk 6.210 hektare di dalam hutan lindung dan 539 hektare di dalam kawasan konservasi.
Sementara menurut catatan Save Our Borneo bahwa ada 11 perusahaan di bawah grup Best Agro (Best Group) yang beroperasi di Kalimantan Tengah seluas sekitar 192.850,16 hektare.
Adapun 11 perusahaan itu adalah PT Berkah Alam Fajar Mas; PT Bahaur Era Sawit Tama; PT Karya Luhur Sejati; PT Tunas Agro Subur Kencana; PT Surya Cipta Perkasa; PT Hamparan Sawit Bangun Persada; PT Bangun Jaya Alam Permai; PT Hamparan Sawit Bangun Persada; PT Wana Sawit Subur Lestari; PT Bangun Jaya Alam Permai; PT Wana Sawit Subur Lestari.
Perusahaan dibawah kendali Best Group dinilai memperluas lahan perkebunan sawitnya dengan menggarap lahan negara tanpa izin. Bahkan ada yang diperkirakan tanpa Hak Guna Usaha (HGU).
Di Seruyan, Kalimantan Timur, misalnya, Best Group menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan konsesi dari bupatinya ketika itu yakni Darwan Ali pada periode 2004-an. Konsesi tersebut tetap diberikan meski izin perkebunan kepada perusahaan yang tergabung dalam Best Group diduga telah memotong kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, yang sebelumnya dilindungi dari penebangan liar.
Bahkan ketika KLHK mendesak agar izin perkebunan Best Group tersebut dicabut, Darwan Ali bergeming.
Soal keberadaan Best Group ini, lembaga masyarakat sipil Save Our Borneo bersama koalisi mengaku pernah melaporkannya ke KLHK. Save Our Borneo berjanji akan mencari lagi data terkait laporan Best Group itu ke KLHK.
“Seingat saya (lapor) hanya ke KLHK. Waktu itu suratnya lewat Walhi, Mas. Karena sekretariat koalisi saat itu kantor Walhi Kalteng,” kata admin Save Our Borneo lewat aplikasi perpesanan WhatsApp (WA) beberapa waktu lalu.
Hingga saat ini redaksi telusur.co.id masih berusaha menghubungi pihak Best Grup atau atau BEST Agro International meminta konfirmasi atas dugaan di atas. Tanggapan Best Group akan dimuat pada berita selanjutnya. [Nug]