telusur.co.id - Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR RI Eka Widodo mendukung Presiden Prabowo Subianto melakukan evaluasi terhadap proyek strategis nasional (PSN). Dia juga mendorong dilakukan revisi terhadap UU Cipta Kerja yang menjadi biang kerok penguasaan lahan untuk proyek tersebut.
Salah satu penguasaan lahan akibat diberlakukannya UU Cipta Kerja adalah pemagaran laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Wilayah pagar laut itu ternyata sudah memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM). Total ada 254 SHGB dan SHM yang dimiliki dua perusahaan dan satu perseorangan.
"Sertifikat lahan itu sudah dicabut oleh Menteri ATR/BPN Pak Nusron Wahid. Kami mendukung langkah Pak Nusron," terang Edo, sapaan akrab Eka Widodo, Rabu (29/1/2025).
Lahan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu bersebelahan dengan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Tidak jauh dari pagar laut, pengembang juga berencana membangun PIK Tropical Coastland. Proyek tersebut masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN) sejak Maret 2024.
Saat ini, proyek itu menjadi sorotan setelah pemerintah menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap PSN. Salah satu yang akan dievaluasi adalah proyek PIK 2. Apalagi setelah muncul persoalan pagar laut di wilayah Tangerang, Banten.
Edo mengatakan, pihaknya mendukung evaluasi PSN yang akan dilakukan Presiden Prabowo. Menurut dia, evaluasi itu penting untuk mengetahui apakah proyek strategis itu sudah berjalan dengan baik atau belum.
"Jika ada proyek yang menyalahi aturan, memanipulasi perizinan, merusak lingkungan, dan menabrak undang-undang, maka proyek tersebut harus dihentikan dan dicabut izinnya," terang Edo.
Legislator asal Dapil Jawa Tengah IX itu mengatakan, salah satu contohnya adalah pagar laut Tangerang. Penguasaan lahan itu jelas merusak lingkungan dan merugikan nelayan. Maka, pencabutan sertifikat lahan yang dilakukan Menteri ATR/BPN sudah tepat.
Menurut Edo, pemagaran laut sepanjang 30,16 km di Tangerang itu tidak lepas dari diberlakukannya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 atau Omnibus Law, dan terbitnya peraturan-peraturan pemerintah turunannya, salah satunya terkait PSN.
Salah satu ketentuan terkait pengelolaan laut, terdapat dalam Pasal 16-18 UU Cipta Kerja yang pada pokoknya menyebut, bila terdapat proyek strategis nasional yang belum memiliki ruang, perizinannya dikeluarkan oleh pemerintah pusat (presiden). Artinya, meskipun pemerintah daerah (gubernur) tidak mengeluarkan izin, proyek tetap bisa jalan.
"Di sinilah terjadinya kejanggalan, laut itu memang berfungsi sumber daya alam, sarana transportasi, dan media transportasi, yang semuanya berbasis di laut. Pemagaran laut jelas pelanggaran," tegas Edo.
Edo mengaku turut memantau implementasi UU Cipta Kerja yang disebut juga dengan UU Sapu Jagat ini. Sekurangnya ada 21 pasal yang sudah digugat dan dikabulkan MK untuk direvisi.
"Harusnya, kita tidak sulit mengungkap kepentingan pemagaran laut di balik mulusnya pengesahan, penerbitan perundangan atau ketentuan yang memayungi," jelas Edo.
Politisi kelahiran Pemalang itu menegaskan, selama UU Cipta Kerja dan turunannya masih berlaku, maka berbagai drama penguasaan aset negara oleh oligarki akan terus terjadi.
"Kasus pengkaplingan laut adalah imbas pengesahan Omnisbus Law Cipta Kerja yang dipaksakan, meski banjir kritik dan demontrasi serta korban materi yang tidak sedikit," tandad Edo. [ham]