telusur.co.id - Anggota Badan Pengkajian MPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Subagyo, menilai hubungan pusat dan daerah dalam implementasi otonomi daerah masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar. Hal itu ia sampaikan dalam sebuah forum diskusi bersama media, yang membahas isu desentralisasi dan optimalisasi pembangunan daerah.
Menurut Firman, ada empat dasar hukum yang menjadi pijakan hubungan pusat dan daerah, di antaranya UUD 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 9 Tahun 2015, serta UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Regulasi ini, kata Firman, menjadi perangkat penting untuk mengatur kewenangan dan keuangan, meski di lapangan masih ditemukan banyak kendala.
“Desentralisasi sejatinya bertujuan memperkuat pemberdayaan daerah, mempercepat pembangunan, dan mendorong partisipasi masyarakat. Namun faktanya, masih ada ketimpangan antara daerah kaya dan miskin, tumpang tindih kebijakan, serta kapasitas pemerintah daerah yang belum merata,” ujar Firman dalam diskusi dialektika di gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025)
Ia mencontohkan kondisi di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sebenarnya memiliki potensi besar, mulai dari garam, pertanian, hingga peternakan, tetapi belum dikelola secara serius oleh pemerintah pusat. “Mengapa kita masih impor garam, padahal NTT bisa menjadi gudang garam nasional? Ini bukti belum optimalnya perhatian pusat terhadap daerah tertentu,” tegasnya.
Firman juga menyoroti persoalan ketimpangan fiskal. Banyak daerah yang masih bergantung pada transfer dana dari pusat, bukan dari pendapatan asli daerah. Situasi ini membuat kepala daerah kerap mengambil langkah instan. []