Francine PSI Apresiasi Gubernur Buat Pergub Larangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing - Telusur

Francine PSI Apresiasi Gubernur Buat Pergub Larangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing

Francine Widjojo

telusur.co.id - Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, turut mendampingi gerakan Dog Meat Free Indonesia (DMFI) beraudiensi dengan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, di Balai Kota, Jakarta Pusat pada Senin, 13 Oktober 2025.

Dalam audiensi tersebut, Francine yang dikenal sebagai pegiat kesejahteraan hewan dan Jakarta Ramah Hewan, mendukung advokasi DMFI untuk menghentikan perdagangan serta konsumsi daging anjing dan kucing di Jakarta. 

Selain karena anjing dan kucing tidak tergolong sebagai hewan pangan berdasarkan UU Pangan yaitu UU Nomor 18 Tahun 2012 dan perubahannya, juga karena anjing dan kucing merupakan hewan berpotensi menularkan rabies yang dapat menjadi wabah dan berbahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan.

Padahal Jakarta berprestasi dalam penanganan rabies dengan sudah bebas rabies selama 21 tahun terakhir sejak tahun 2004. Hal ini sejalan dengan target nasional Indonesia bebas rabies tahun 2030.

“Saya bersama teman-teman dari Dog Meat Free Indonesia, drh. Wiwiek Bagja, dan Bang Charles Honoris mengusulkan adanya aturan yang secara lebih tegas lagi melarang peredaran daging anjing dan kucing. Selain alasan kesehatan, umumnya anjing yang diperdagangkan seringkali merupakan hasil curian dan tidak jarang diracun dan dianiaya oleh pelakunya,” tegasnya setelah mengikuti audiensi yang juga dihadiri oleh CEO DMFI, Karin Franken dan COO DMFI, drh. Merry Ferdinandes. Hadir pula para pegiat kesejahteraan hewan lainnya yaitu Natasha Davina, Nony Samalo, Anisa Nasution, Adrian Hane, dan James Baron.

Francine menjelaskan bahwa pelarangan terhadap peredaran daging anjing serta kucing untuk dikonsumsi itu penting untuk mencegah persebaran penyakit rabies. “Daerah-daerah di sekitar Jakarta ini masih belum bebas rabies. Jadi, kita harus terus waspada dan salah satu caranya adalah mencegah hewan-hewan yang rentan atau berpotensi menularkan rabies untuk diperdagangkan maupun dikonsumsi di Jakarta,” jelasnya.

Ia mengapresiasi bahwasanya Gubernur Pramono menunjukkan sikap positif dalam pertemuan tersebut dengan berkomitmen untuk secepat mungkin mengesahkan produk hukum pelarangan distribusi serta konsumsi daging anjing dan kucing dalam bentuk pergub. 

“Kami mengapresiasi sekali bahwa Pak Gubernur langsung gercep dan akan menerbitkan pergubnya dalam waktu sekitar 1 bulan. Hal ini juga selaras dengan kebijakan nasional, karena Indonesia ini targetnya bebas rabies pada tahun 2030,” sambungnya.

“Kami di DPRD Jakarta akan membantu mengawal pergubnya maupun perdanya supaya bisa menghentikan peredaran daging anjing dan kucing secara ilegal di Jakarta,” lanjutnya.

Selain itu, Francine juga mendorong dilakukannya revisi terhadap Perda DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies, serta Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk memperbaiki kesalahan ketik dalam Pasal 4 yang seharusnya berbunyi ‘diwajibkan’ dan bukan ‘’dilarang". 

“Dalam Perda Jakarta Nomor 11 Tahun 1995 yang usianya sudah 30 tahun, terdapat kesalahan ketik berimplikasi fatal pada Pasal 4. Seharusnya pemelihara hewan diwajibkan memelihara hewan penular rabies di rumahnya, memberikan vaksin rabies, dan melaporkan bila hewannya terindikasi gejala rabies, namun kata wajib justru tertulisnya dilarang," paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, Francine juga mendesak revisi Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 199 Tahun 2016 tentang Pengendalian Hewan Penular Rabies yang membatasi pemilik hanya boleh memelihara 5 Hewan Penular Rabies (HPR) saja.

“Ada lagi satu peraturan yang perlu direvisi, yaitu Pergub Jakarta Nomor 199 Tahun 2016 karena membatasi pemilik hewan hanya boleh memelihara 5 HPR namun tidak ada kajian dan landasan terkait dengan alasan pembatasan ini. Khususnya terkait kemampuan dan tanggung jawab pemelihara dalam menyejahterakan hewannya. Bila mampu menyejahterakan, mengapa dibatasi hanya 5 ekor hewan?" tutup Francine. [ham]


Tinggalkan Komentar