telusur.co.id - Harga jagung yang terus anjlok di level petani dalam dua minggu terakhir membuat jutaan petani jagung Indonesia mengalami kerugian besar. Harga jual hasil panen jagung petani tidak sesuai dengan biaya atau modal budidaya yang dikeluarkan saat ini.
Di satu sisi, negara baru saja melakukan impor jagung, bahkan ada proses impor jagung yang masih belum tuntas. Termasuk di beberapa gudang-gudang Bulog maupun peternak unggas yang masih ada stok jagung impor. Pada saat bersamaan panen raya jagung di Indonesia pun terjadi.
"Ini bukti bahwa BUMN Pangan dan Bulog Indonesia masih gagal dalam pengelolaan hasil panen jagung. Bayangkan, impor jagung dilakukan, sedangkan jagung dalam negeri tidak terserap hingga harga terjun bebas," kata Ketua Bidang Pertanian, Perkebunan dan Peternakan BPP HIPMI, M Hadi Nainggolan, dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/5/24).
HIPMI menyarakan BUMN di bidang pangan harus benar-benar bangun dari tidur panjang dan segera berbenah.
"Masa iya di usia Indonesia sudah 78 tahun merdeka ini Bulog nyaris tidak punya gudang yang memiliki fasilitas dryer dan silo untuk jagung. Jagung itu pendukung wajib pasca panennya adalah dryer (pengering) dan silo (penyimpan jagung berkualitas). Padahal masalah ini hampir tiap tahun berulang," ujar Hadi.
Saat ini, sudah saatnya Indonesia berbenah total di sektor pangan. Semua Kelembagaan negara yang ditugasi mengurus pangan harus terintegrasi hulu dan hilirnya.
Karena, jika tidak dimulai sekarang, maka hingga dua ratus tahun ke depan Indonesia tidak akan mengalami perubaha dan pemerintah tidak ubahnya akan seperti pemadam kebakaran. Reaktif sesaat lalu lupa membenahi apa yang menjadi akar masalah utamanya.
HIPMI menyarankan Negara harus berinvestasi membangun driyer dan silo modern dengan kapasitas besar di sentra-sentra jagung Indonesia, seperti Jawa timur, Jawa tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat maupun daerah lainnya yang memiliki pertanian jagung luas.
Hal ini termasuk pengembangan inovasi Hilirisasi pertanian jagung lainnya. Ini juga harus menjadi prioritas pemerintah karena faktanya saat ini infrastruktur pasca panen jagung pemerintah kalau jauh jika dibandingkan dengan beberapa perusahaan swasta yang bergerak industri pakan.
Selain membenahi infrastruktur pasca panen jagung, HIPMI juga mendorong kiranya pemerintah bisa menggerakkan perbankan pelat merah maupun swasta untuk serius memberikan dukungan pembiayaan disektor pertanian.
"Modal usaha di sektor pertanian ini besar dan butuh dukungan yang lebih fleksibel oleh pihak perbankan. Baik untuk para petaninya maupun kepada para pengusaha di sektor pertanian," imbuh Hadi.
"Jangan sampai saat petani didorong untuk fokus meningkatkan produktifitas panen jagungnya, tetapi negara seakan lepas tangan saat panen raya itu tiba. Apalagi kalau negara masih juga mengimpor jagung. Inilah yang membuat banyak petani terlilit hutang karena merugi. Semoga kejadian anjloknya harga jagung ini menjadi yang terakhir kalinya di Indonesia," tutup Hadi.[Fhr]