Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Sigit Pamungkas mengatakan, bahwa membangun kepercayaan publik terhadap pemilu sangat penting. Pasalnya, hal ini berkaitan dengan legitimasi proses elektoral yang sedang berlangsung.
Hal itu dikatakan Sigit dalam diskusi bertajuk “Membangun Kepercayaan Publik dalam Pemilu 2019” di Media Center Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/19).
Menurutnya, ketika kepercayaan publik tidak tinggi, maka berbagai hal bisa saja terjadi.
“Keseluruhan proses dan hasil pemilu bisa kehilangan legitimasi, meskipun proses dan hasil pemilu itu sebenarnya tidak ada yang bermasalah. Tapi karena orang tidak percaya proses dan hasil pemilu, ini kemudian berusaha dikonstruksi jadi sesuatu yang bermasalah,” kata Sigit.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NetGrit) itu mengungkapkan, ketidakpercayaan terhadap hasil pemilu lebih jauh juga bisa menghasilkan potensi konflik, baik antar penyelenggara pemilu maupun kontestan.
“Oleh karena itu kepercayaan kepada penyelenggara pemilu ini harus dipupuk terus menerus. Merujuk ke belakag, sebenarnya penyelggara pemilu ini memiliki deposito kepercayaan yang baik ketika baru dilantik,” tuturnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada bulan Mei 2017, kepercayaan kepada penyelenggara pemilu itu mencapai 80 persen.
“Angka itu sangat tinggi kalau kita melihat catatan tentang bagaimana publik melihat penyelenggara pemilu. Di pemilu 2009, kepercayaan publik lebih rendah, di bawah 70 persen. Artinya, ini deposito yang baik,” tambah Sigit.
“Tapi kalau kita merujuk survey LSI dan ICW, Desember 2018, kepercayaan publik di bawah 70 persen, Bawaslu 69 (persen), KPU 68 (persen), turun 10 persen. Ini tentu jadi peringatan bagi kita semua untuk introspeksi apa yang sedang terjadi. Kenapa publik tingkat kepercayaannya menurun,” pungkasnya. [far]