telusur.co.id - Presiden Joko Widodo, pada 20 Mei 2024, resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol, yang membahas tentang implementasi sistem bayar tol tanpa setop atau Multi Lane Free Flow (MLFF).
Dikutip dari laman resmi JDIH Setneg, Sabtu (25/5/24), dalam Pasal 67 Ayat 1 menyebutkan, pengumpulan tol dilakukan menggunakan sistem elektronik.
"Sistem pengumpulan Tol secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teknologi nontunai nirsentuh nirhenti (MLFF)," bunyi Pasal 67 Ayat 2 PP.
Untuk pelaksanaan pengumpulan Tol dengan teknologi nontunai nirsentuh nirhenti, dilaksanakan oleh Menteri, Badan Usaha dapat dikenai biaya layanan.
Adapun ketentuan mengenai pengumpulan Tol dengan sistem elektronik menggunakan teknologi nontunai nirsentuh diatur dengan Peraturan Menteri.
"Besarnya biaya layanan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan memperhatikan biaya operasional pengumpulan Tol oleh Badan Usaha sebelum diterapkannya teknologi nontunai nirsentuh nirhenti dan pengembalian atas investasi teknologi nontunai nirsentuh nirhenti," bunyi penjelasan Pasal 68 Ayat 3.
Biaya layanan sebagaimana dimaksud tersebut digunakan untuk membayar badan usaha pelaksana. Dalam hal terdapat selisih lebih pemasukan biaya layanan menjadi penerimaan negara bukan pajak.
Selanjutnya, para pengguna jalan tol wajib mendaftarkan kendaraannya setelah system MLFF ini resmi diterapkan. Hal ini disebutkan dalam pasal 105 PP tersebut.
"Pada saat sistem teknologi nontunai nirsentuh nirhenti telah diterapkan, Pengguna Jalan Tol wajib mendaftarkan kendaraan bermotor yang digunakannya melalui aplikasi sistem teknologi nontunai nirsentuh nirhenti yang disetujui Menteri," bunyi Pasal 105 Ayat 2.
Pengguna jalan tol yang belum mendaftarkan kendaraannya akan terancam sanksi berupa denda. Pada saat sistem MLFF telah diterapkan dan pengguna jalan tol yang tidak membayar tol, maka akan dikenakan denda administrative secara bertingkat, hal ini tertuang dalam Pasal 105 Ayat 5 dan 6.
Pengenaan denda administratif secara bertingkat sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan:
a. Denda administratif tingkat I dikenakan sebesar satu kali tarif tol yang harus dibayar apabila pengguna jalan tol tidak melakukan pembayaran tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 2x24 jam terhitung sejak pemberitahuan pelanggaran diterima;
b. Denda administratif tingkat II dikenakan sebesar tiga kali tarif tol yang harus dibayar apabila pengguna jalan tol tidak melakukan pembayaran tol dan denda administratif dalam jangka waktu 10x24 jam terhitung sejak pengguna jalan tol tidak mematuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada hurrf a; dan
c. Denda administratif tingkat III dikenakan sebesar sepuluh kali tarif Tol yang harus dibayar dan pemblokiran surat tanda nomor kendaraan apabila pengguna jalan to1 tidak melakukan pembayaran tol dan denda administratif dalam jangka waktu lebih dari 10x24 jam terhitung sejak pengguna jalan tol tidak mematuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada huruf b.
"Dalam hal pengguna jalan tol tidak mendaftarkan kendaraan bermotor yang digunakannya dalam sistem teknologi nontunai nirsentuh nirhenti sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan tidak membayar tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan denda tingkat III sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c," bunyi Pasal 105 Ayat 8.
Pendapatan yang bersumber dari denda administrative tersebut dapat merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dijelaskan juga, pengenaan denda tersebut tidak meniadakan hak Badan Usaha atas kewajiban pembayaran Pengguna Jalan Tol yang tidak atau kurang membayar tarif To1.
Sebagai tambahan informasi, proyek sistem bayar tol tanpa setop atau MLFF ini resmi mendapat cap Proyek Strategis Nasional (PSN). Program satu ini sempat molor dari rencana, seharusnya teknologi pembayaran tol tanpa sentuh bisa dirasakan di Indonesia pada 2023 namun sampai saat ini belum juga bisa digunakan.
Dengan cap PSN, program ini juga bisa mendapatkan penjaminan proyek dari pemerintah. Program MLFF digarap dengan skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) tanpa APBN dengan investasi Rp 4,49 triliun.[Fhr]