Kebocoran Data Kembali Terjadi, DPR Desak Peningkatan Keamanan Siber - Telusur

Kebocoran Data Kembali Terjadi, DPR Desak Peningkatan Keamanan Siber

Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta. (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Kembali terungkap kasus kebocoran data di Indonesia, kali ini yang menjadi sasaran adalah data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Komisi I DPR mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam menangani insiden peretasan ini, terutama dengan meningkatkan sistem keamanan siber dan perlindungan data pribadi masyarakat.

“Ini bukan kali pertama terjadi. Ini harus menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah untuk segera memperkuat keamanan siber agar data setiap warga negara terlindungi,” kata Anggota Komisi I RI, Sukamta, dalam pernyataannya dikutip Jumat (20/9/24).

Kebocoran data ini diungkap oleh pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto, melalui media sosialnya pada Rabu (18/9/24). Diperkirakan, sekitar 6 juta data NPWP telah dibocorkan dan ditawarkan oleh Bjorka di Breach Forums.

Di antara data yang bocor, terdapat informasi sensitif yang berkaitan dengan tokoh-tokoh penting, termasuk Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, Ketua Umum PSSI Kaesang Pangarep, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta sejumlah menteri lainnya.

Sukamta menekankan bahwa masalah kebocoran data tidak boleh berhenti pada investigasi semata. 

“Pemerintah harus mengambil tindakan nyata untuk memperkuat keamanan siber di semua sektor, baik pemerintah maupun swasta,” tegasnya.

Kebocoran ini mencakup informasi pribadi yang sensitif, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat, nomor telepon, dan email. 

“Perlindungan data harus menjadi prioritas utama, bukan hanya reaksi terhadap insiden, tetapi sebagai kebijakan jangka panjang yang sistematis,” kata Sukamta.

Dia menilai, kebocoran yang mencakup data pejabat tinggi negara merupakan ancaman serius, tidak hanya bagi privasi individu, tetapi juga bagi keamanan nasional. 

“Kasus ini menunjukkan bahwa keamanan siber di Indonesia masih sangat rentan,” tambahnya.

Menanggapi masalah ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah meminta Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebocoran data NPWP.

“Pemerintah perlu melakukan investigasi internal untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem data,” lanjut Sukamta.

Komisi I DPR juga meminta agar pemerintah memberikan penjelasan transparan kepada masyarakat terkait kebocoran data ini. 

“Masyarakat berhak merasa aman bahwa data pribadi mereka dijaga dengan baik. Penjelasan yang jelas dari pemerintah sangat diperlukan agar kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan,” imbuhnya.

Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan, sejak tahun 2019 hingga Mei 2024, telah terjadi 111 kasus kebocoran data di Indonesia. Ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara dengan kebocoran data terbesar antara Januari 2020 hingga Januari 2024 menurut Surfshark, perusahaan VPN asal Belanda.

Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah kebocoran data terbanyak ke-8 di dunia, dengan estimasi 94,22 juta akun yang terpengaruh.

Menyikapi situasi ini, Sukamta menegaskan pentingnya pembentukan Otoritas Perlindungan Data Pribadi (OPDP) sesuai dengan UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. “Kami sudah berulang kali meminta agar aturan mengenai pembentukan lembaga PDP segera dikeluarkan. Banyaknya kasus kebocoran yang terjadi tanpa penegakan hukum yang jelas menunjukkan bahwa Indonesia sangat membutuhkan lembaga perlindungan data ini,” tegasnya.

Sukamta juga menekankan pentingnya mempekerjakan tenaga IT yang kompeten untuk memperkuat sistem keamanan. “Teknologi terus berkembang, dan kita perlu mengikutinya agar sistem kita tidak mudah diretas. Pemilihan tenaga IT harus dilakukan dengan cermat, bukan sekadar formalitas,” ungkapnya.

Dia juga mendesak pemerintah untuk menunjukkan komitmen serius dalam menangani masalah kebocoran data dengan melaksanakan investigasi menyeluruh terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab.

“Kerja sama dengan para ahli sangat diperlukan untuk menciptakan sistem siber yang lebih kuat dan tangguh. Ini juga terkait dengan isu intelijen dan pertahanan negara,” jelasnya.

Di tahun 2024, sejumlah kasus kebocoran data telah terjadi, termasuk insiden yang melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI yang menjadi target peretasan oleh hacker di BreachForums.

Kebocoran data ASN juga terjadi, dengan hacker menawarkan data tersebut seharga US$ 10 ribu atau sekitar Rp 160 juta, dengan klaim akses data dari BKN yang mencapai 4.759.218 baris.

“Masalah kebocoran data pribadi sudah sangat serius. Kami berharap pemerintah dan institusi terkait dapat segera berbenah demi keamanan data masyarakat Indonesia,” pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar