telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengungkapkan bahwa usulan pemberian jeda waktu antara pemilu nasional dan pilkada daerah akan menjadi pertimbangan dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Menurut Dede, jeda waktu antara kedua pemilu tersebut memang perlu dipikirkan, mengingat proses pemilu dan pilpres yang cukup berat bagi partai-partai politik.
"Saya rasa hal itu akan dipertimbangkan, karena kita semua paham bahwa setiap partai harus menghadapi tahapan pemilu dan pilpres yang tidak mudah," kata Dede di Gedung KPU RI, Jakarta, Senin (2/12/24).
Dede juga mengungkapkan bahwa jadwal pilkada yang terlalu dekat dengan pemilu bisa memicu kelelahan bagi para pemilih, peserta, dan penyelenggara pemilu. Ia menyarankan pemisahan tahun antara pemilu dan pilkada sebagai solusi untuk mengurangi beban yang dirasakan oleh semua pihak, terutama peserta yang merasakan dua kali lipat beban.
"Dengan memisahkan tahun antara pemilu dan pilkada, kita bisa mengurangi kelelahan yang ada. Yang jelas, partisipasi terbanyak justru berasal dari tingkat kabupaten/kota, bukan provinsi," ujar Politikus Partai Demokrat itu.
Selain faktor kelelahan, Dede juga menyoroti pentingnya daya tarik calon dalam meningkatkan partisipasi pemilih. Menurutnya, kemampuan calon untuk menarik perhatian sangat mempengaruhi apakah seseorang akan datang ke tempat pemungutan suara.
"Meski KPU sudah berusaha maksimal dalam sosialisasi, partisipasi tetap dipengaruhi oleh daya tarik calon. Calon yang kurang menarik bisa membuat partisipasi pemilih, terutama di tingkat provinsi, menjadi rendah," pungkasnya. [Ant]