telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi salah satu kunci penting untuk memberantas korupsi di Indonesia.
"Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong seluruh instansi dan lembaga pemerintahan untuk menjadikan kepatuhan dan kelengkapan LHKPN sebagai indikator komitmen seluruh pihak dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar Alexander dalam diskusi media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (27/9/23).
Alex menegaskan, melalui strategi trisula (pendidikan, pencegahan dan penindakan) KPK juga mengajak masyarakat dan media untuk langsung terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi dan data LHKPN yang bisa diakses oleh publik menjadi salah satu sarana untuk mendukung upaya tersebut.
"Media massa jadi watchdog dari apa yang dilakukan oleh KPK. Selama ini, KPK menggunakan LHKPN mencari data (aliran uang) untuk berantas korupsi. Bahkan, data LHKPN bisa membantu aduan masyarakat secara detail," paparnya.
Di sisi lain, Alex tidak menampik masih ada celah dalam pelaporan LHKPN.
"(Mungkin) masih banyak harta kekayaan yang disembunyikan dan dilaporkan oleh penyelenggara negara. Ke depannya LHKPN bisa jadi sarana mendeteksi lifestyle dari penyelenggara negara. Tentu perlu upaya ekstra dalam membongkar hal rawan tersebut," pungkas Alex.
Sementara itu, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, memaparkan bahwa selama periode 2020-2022 jumlah pelaporan LHKPN naik secara signifikan.
Pada 2020 persentase pelaporan LHKPN mencapai 97,35 persen Sementara itu, pada 2021 di angka 98,36 persen dan pada 2022 naik menjadi 98,76 persen.
Di sisi lain, KPK terus mendorong pemanfaatan data LHKPN dalam rangka promosi/mutasi jabatan di suatu instansi negara. Sepanjang tahun 2023, KPK sendiri telah memenuhi 57 permintaan rekam jejak penyampaian LHKPN terkait mutasi jabatan.
Rinciannya, dari Komisi Yudisial terkait calon Hakim Agung/Ad Hoc sebanyak dua permintaan. Kemudian dari Kementerian Dalam Negeri mengenai calon penjabat Kepala Daerah (6 permintaan), dan sejumlah Kementerian/Lembaga terkait jabatan Pimpinan Tinggi dan calon penerima tanda kehormatan sebanyak 49 permintaan. KPK pun juga menyoroti betul soal kontestasi politik 2024.
Pahala menyebutkan, adanya perubahan aturan laporan LHKPN pemilihan umum tahun 2019 dan 2024 berpotensi menurunkan kepercayaan publik atas transparansi penyelenggara negara.
"Belakangan KPU berkonsultasi dengan KPK untuk bisa membuat aturan laporan LHKPN capres dan cawapres untuk 2024," ungkap Pahala, dikutip dari Antara.[Fhr]