telusur.co.id - Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) mendorong agar polemik dana hibah di Jawa Barat yang mencuat ke publik, untuk diproses secara hukum. LSAK mendesak KPK segera menjemput bola untuk meminta hasil audit pada perkara yang tengah jadi sorotan masyarakat ini.
"Isu ini bukan sekedar pemerataan dana hibah pesantren yang tidak berkeadilan. Jangan juga cuma untuk pencitraan, apalagi dendam politik. Tapi harus jadi perbaikan menyeluruh. Siapapun yang bersalah, harus dihukum," kata Peneliti LSAK Ahmad Hariri dalam keterangannya, Rabu (30/4/2025).
Hariri menilai, conflic of interest dari penyaluran hibah yang lebih besar hanya pada yayasan tertentu, menjadi indikasi kuat adanya unsur penyalahgunaan wewenang. Untuk itu, aparat penegak hukum (APH) harus fast respond karena kasus nampak jelas untuk segera diusut.
Selain itu, dari informasi yang ada yang beredar, lembaga-lembaga yang mendapatkan hibah besar itu justru tergambar sebagai lembaga yang buruk seperti tidak pernah menerima bantuan apapun.
"Kira-kira uang hibah itu dipakai untuk apa kalau ternyata kobong-kobong itu masih kumuh? Nah, lantas pertanyaan besarnya, bagaimana proses keputusan dana hibah tersebut diketuk? Penyalurannya tidak merata, bahkan penggunaan anggarannya pun tidak sesuai," kata Hariri.
Oleh karenanya, LSAK kembali mendesak penegak hukum turun untuk mengusut tuntas.
" Penyelidik harus segera turun ke Jabar. Bukan hanya keterkaitan Jabar yang harus disidik, tapi diduga dengan meyakinkan pasti ada pihak legislatif ikut terlibat," tukasnya.
Sebelumnya, dari informasi yang dihimpun, berdasarkan salinan dokumen lampiran Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor: 12 tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor: 30 tahun 2024 tentang Penjabaran APBD 2025, pada Lampiran III terdapat daftar penerima hibah berikut perubahan dana hibah yang diterimanya.
Ratusan yayasan dan pesantren yang sebelumnya tercatat menerima hibah uang misalnya, dalam peraturan gubernur tersebut batal menerima dana hibah.
Dalam hibah uang untuk Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual misalnya, dalam daftar awal terdapat 372 penerima hibah yang seluruhnya pesantren.
Sebanyak 370 penerima hibah di antaranya batal menerima hibah dalam APBD 2025. Total anggaran yang sebelumnya Rp153,58 miliar, yang tetap diserahkan dalam bentuk dana hibah hanya Rp9,25 miliar.
Itu pun hanya untuk dua penerima hibah, yakni LPTQ Jabar untuk dukungan MTQ/STQ/MQK sebesar Rp9 miliar dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor sebesar Rp250 juta.
Hibah uang untuk Fasilitasi Kelembagaan Bina Spiritual dari 38 penerima hibah yang sebagian besar yayasan pesantren, 31 di antaranya dicoret.
Total anggarannya yang sebelumnya Rp48,965 miliar yang tetap mendapatkan hibah uang besarnya Rp23,26 miliar. Di antaranya untuk Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat yakni dana hibah untuk layanan petugas haji daerah sebesar Rp19,25 miliar.[Nug]