Telusur.co.id - Oleh: Nurendra Bagas Prakoso, S.Ak
Marhaban ya Ramadan. Telah seminggu berjalan sejak datang bulan penuh berkah. Pemerintah melalui Kementerian Agama bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam telah menggelar sidang isbat pada Ahad, 10 Maret 2024.
Dan awal puasa diputuskan jatuh pada hari, Selasa, 12 Maret 2024. Selayaknya tahun-tahun sebelumnya, bulan penuh hikmah dan ukhuwah ini harus dijadikan ajang menempa diri, memantapkan keimanan dan ketakwaan guna menghadapi ujian kehidupan pada tahun berikutnya.
Serta melatih diri memperkuat kepedulian sosial dan tradisi berbagi. Selagi ada kesempatan, bulan yang mulia ini kita penuhi hak-hak Allah. Insyaallah, jika kita sudah melaksanakan apa yang menjadi hak Allah atas kita, maka Allah akan selalu hadir dalam kehidupan kita dalam setiap kesempatan.
Kita bayangkan, sebuah garis lurus yang menggambarkan waktu 24 jam yang kita punya masing-masing. Lalu dalam garis lurus tersebut kita tulis aja apa yang sudah kita lakukan. Segala kesulitan dan permasalahan jika Allah sudah berkehendak, maka permasalahan dan kesulitan itu tidak akan jadi masalah.
Maka kuncinya, penuhi hak Allah maka Allah juga akan memperhatikan kita. Tujuannya untuk menjadi pengingat bagi kita semua bahwa Ramadan adalah bulan penuh dengan kebaikan dan keberkahan serta bulan diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Karena itu, diharapkan dapat mensyiarkan dakwah baik zakat secara masif, pemahaman tentang kewajiban berzakat, serta meningkatkan kesadaran, kepedulian, dan kesejahteraan sosial.
”Nikmat Berkah: Bahagia dan Tenteramnya Umat”. Ini sebagai wujud komitmen pengingat diri bagi semua umat sebagai instrumen keadilan yang samawi antara tuhan dan hamba ciptaanya.
Dan bahkan di dalam surat Al Fajr di ayat 4 hingga ayat 17, seolah-olah Allah mengingatkan kembali bagaimana peradaban bangsa-bangsa yang begitu megah, berlimpah harta, bangunan tinggi, memotong batu besar dengan teknologi yang tinggi, namun Allah hancurkan peradaban mereka karena melakukan kesewenangan dan berbuat kerusakan di muka bumi ini. Yang menarik Allah tambahkan dalam ayat ke-17nya mengatakan bahwa, mereka tidak mengajak memberi makan fakir miskin dan anak yatim piatu.
Dari hal ini kita dapat melihat jelas bahwa, peradaban besar yang ada kala itu tidak diridhoi Allah, sepertinya Sang Khalik meridhoi sebuah peradaban yang masyarakatnya mempunyai kesadaran memperhatikan kaum terpinggirkan, melindungi kaum tertindas, ikut aktif untuk memberi makan fakir miskin dan anak yatim.
Bagi Allah untuk apa peradaban yang tinggi namun tidak memiliki kesalihan sosial sama sekali, yang ada adalah manusia yang sombong karena ilmunya dan arogan dengan harta yang mereka miliki.
Kesadaran akan adanya Hak dan Kewajiban
Ramadan adalah saat yang sangat tepat untuk berbagi kebaikan. Hak tubuh berupa makan, minum, menjaga kesehatan adalah hak-hak yang wajib ditunaikan pada diri dan berdosa jika diabaikan.
Lalu hak-hak beribadah, menjaga pergaulan, menuntut ilmu, berdakwah adalah kewajiban kita sebagai hamba dalam memenuhi hak-hak Allah dan Rasul-Nya yaitu segala perintah syarat yang wajib dilaksanakan, yang berdosa jika ditinggalkan. Kita harus selalu mempersiapkan diri dan bergembira melaksanakan Ramadan.
Tahun ini kegembiraan itu dinyatakan dengan berbagi kebaikan dan keberkahan bersama.
Begitulah Islam, menyelaraskan antara hak dan kewajiban. Islam menuntut terlaksanakannya segenap kewajiban, karena pada setiap kewajiban itu ada indikator untuk terpenuhinya hak-hak manusia (kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan), sekaligus wasilah datangnya kebaikan untuk umat.
Dimana kebaikan itu hanya akan disempurnakan olah Allah jika manusia memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya dengan ketaatan yang totalitas. Kita tidak asing dengan ibadah salat, puasa, dan zakat sebagai ibadah yang kita tunaikan dalam rangka menjadi pribadi taat.
Namun sayangnya, masih banyak yang berpikir jika salatnya sudah, puasa jalan, zakat ditunaikan maka ibadahnya telah sempurna. Padahal, ada hak lain yang juga wajib untuk kita jalankan. Yakni hak untuk sesama manusia. Tidak lain adalah dakwah saling menasihati, peduli terhadap problem keumatan, dan berjemaah mewujudkan kebangkitan Islam. Ini yang sering dilupakan.
“Sesungguhnya Rabb-mu memiliki hak, dan sesungguhnya tubuhmu juga ada haknya, dan sesungguhnya istrimu juga ada haknya. Maka berikanlah setiap yang memiliki hak tersebut haknya.”
Pernahkan kita bertanya pada Allah?, saat kita mendapatkan rezeki, gaji pertama, insentif ataupun bonus, sesungguhnya dalam bagian yang kita dapatkan ini milik siapa?, hak siapa? Seolah kita meminta petunjuk kepada Allah langsung kepada siapa dan dengan cara apa kita memberikan hak didalam pendapatan kita.
Apakah aneh? Sama sekali tidak, karena semesta ini saling berkaitan satu sama lain. Tentunya kita sendiri ingin bahwa infaq, atau shodaqoh yang kita berikan ini jatuh kepada tangan yang tepat.
Secara prinsip proses ini bukan kebutuhan Allah, karena Allah tidak butuh kita. Justru kita sendirilah yang membutuhkan infaq dan shodaqoh ini. Karena bagi sistem semesta kebaikan dan kebajikan yang mengalir akan kembali pada kita, dan pastinya memiliki multiplayer effect yang besar.
Maka berkoneksi dengan Allah dalam penyaluran infaq dan shodaqoh sangatlah tepat dalam situasi tertentu. Atau bahkan Allah kirimkan orang yang menagih hak hutang kepada kita, karena kita kadang telah melupakan hutang itu.
Bagaikan Satu Nafas dan Satu Tubuh
Islam telah mencontohkan bangunan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap sesama sebagaimana bunyi hadis di atas. Pemilu, pemilihan presiden di negara kita tercinta ini telah berakhir, pesta demokrasi telah kita lalui dengan damai, walaupun masih ada sisa.
Nilai yang ingin kita terapkan di dalam Ramadan kali ini tidak lain untuk menguatkan silaturahmi keumatan dan kebangsaan kita. Para elit yang menjadi figur penyejuk dan pemersatu, maka kita berharap terwujudlah sebuah pemerintahan yang bertuah dan mampu memenuhi setiap hak-hak rakyatnya. Baik hak beribadah, pendidikan, kesehatan, bahkan keamanan.
Umat Islam kini akan kehilangan ruh berjemaah jika dorongan untuk peduli pada urusan sesama ini, sirna. Umat bersatu justru karena memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama. Jika perasaan peduli sudah tak ada, pemikiran pun sulit disamakan. Maka perpecahanlah yang akan dihasilkan.
Pernahkan mendengar pepatah mengatakan “Semakin engkau banyak berkorban kepada seseorang maka semakin bertambah pula rasa cinta yang akan tumbuh.” Seolah kita merasa asing dengan persaudaraan ini karena individualism dalam diri kita meningkat seiring dengan tantangan zaman yang menutup kesadaran saling peduli dan berkorban satu sama lain.
Maka muncul perpecahan yang menciptakan berbagai masalah, membawa umat pada posisi kemunduran, yang menjauhkan umat dari predikat bangsa yang bangkit dan berdaulat.
Karena itu, Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, "Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.”
Masyarakat yang hidup dalam naungan Islam inilah yang mampu merepresentasikan makna satu nafas tubuh yang disabdakan Rasulullah. Lalu negara menjamin itu semua dengan memberikan perlindungan dan keamanan kepada seluruh masyarakatnya.
Negaralah yang bertanggung jawab penuh agar hak-hak manusia terealisasi dengan sempurna. Artinya, ini secara logika mengisyaratkan jika umat islam atau orang yang menunaikan hak-hak-Nya itu merasa tenteram, para Umat Islam yang seyogyanya sebagai hamba ciptaanya akan berbahagia. Jika seseorang beribadah sudah merasakan suatu kenikmatan, tentu otomatis akan berempati pada keseimbangan kehidupan antara duniawi dan akhirat.
Dapat pula dikatakan, kita semua diingatkan untuk selalu berpesan kepada para umat yang lain untuk selalu saling mendoakan agar merasa tenang sebagai dampak dari penciptaan wujud kewajiban hambanya. Merupakan jalan untuk memenuhi setiap hak-hak-Nya yang membuat ikut bahagia karena lebih berdaya dan bermanfaat bagi umat dan bangsa. Marhaban ya Ramadan 1445 H.
*Penulis adalah Ketua BPC HIPKA Surabaya.