telusur.co.id -Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Mulyanto menilai, norma yang memperbanyak jumlah badan/lembaga yang dapat dijabat anggota TNI aktif dalam RUU TNI, mengesankan kemunduran dari semangat Reformasi. Padahal, semangat reformasi sangat jelas yaitu mencabut dwi fungsi ABRI (sekarang TNI), agar lembaga ini fokus dan kokoh dalam tugas pertahanan negara.
Sejarah amandemen UUD 1945 juga memperlihatkan bagaimana sikap keteladan para sesepuh dan pimpinan ABRI dalam mendukung semangat reformasi tersebut. Dengan kesadaran tinggi dan mufakat, keputusan-keputusan amandemen terkait Dwi Fungsi ABRI diambil dan ditetapkan. Tidak ada voting dalam keputusan-keputusan amandemen UUD 1945, semua unsur yang terlibat hanyut dalam semangat Reformasi.
“Saya ingat, Pak Yacob Tobing (pelaku sejarah Amandemen UUD 1945) dalam desertasi doktornya terkait dengan amandemen UUD 1945 menegaskan soal itu. Bahwa norma yang membentuk pemerintahan yang otoriter sudah diubah dalam UUD 1945 hasil amandemen," kata Mulyanto di Jakarta, Selasa (18/3/25).
"Maka setelah Reformasi lembaga ini tidak lagi memiliki perwakilan di DPR/MPR (sebelumnya, ABRI memiliki kursi di parlemen tanpa melalui pemilu). Serta tidak diperbolehkan bagi prajurit aktif untuk berpolitik praktis atau menduduki jabatan sipil tanpa pensiun dini,” sambungnya.
Anggota DPR RI periode 2019-2024 ini menilai, sebaiknya RUU TNI fokus pada amanat Reformasi yakni mengembalikan peran militer kepada fungsi orisinalitas dan profesionalitasnya, sebagai alat pertahanan negara yang unggul, tanpa keterlibatan langsung dalam politik praktis dan pemerintahan.
Karena itu, norma RUU TNI terkait dengan penguatan dan modernisasi alutsista ini yang penting untuk ditonjolkan, agar TNI semakin profesional.
Penguatan dan modernisasi alutsista ini sangat penting terutama terkait dengan pemenuhan Minimum Essential Force (MEF).
“Masak negara besar dan luas seperti Indonesia, yang beribu kepulauan membentang dari Sabang hingga Merauke, kondisi alutsistanya di bawah standar minimum. Ini kan tidak boleh terjadi.
Alusista ini penting untuk kita tingkatkan dan modernisasi. Namun implementasinya tidak dengan impor, tetapi melalui pengembangan kapasitas industri nasional, khususnya industri pertahanan keamanan domestik. PT. Pindad dan PTDI harus kita kuatkan termasuk lembaga riset dan universitas yang mendukung industri pertahanan,” tegasnya.[Nug]