telusur.co.id -Pekanbaru - Mencuatnya isu liar soal kebijakan Gubernur Riau H. Abdul Wahid yang berencana memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di lingkungan pemerintah Provinsi Riau.
Rasa kekhawatiran muncul dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), pasalnya jika ada pemotongan akan berdampak pada kualitas kinerja pegawai yang terbentur biaya operasional perorangan.
Itu semua bermula dari pernyataan Gubernur Riau H. Abdul Wahid saat memimpin Rembug Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di Gedung Daerah Balai Serindit, Pekanbaru beberapa waktu lalu.
H. Abdul Wahid pada kesempatan itu mengatakan ia 'pusing tujuh keliling' melihat kondisi tata kelola pemerintahan dan keuangan daerah.
Ditambah lagi potensi defisit, tunda bayar dan tunda salur tahun 2024 yang menjadi beban APBD 2025 sebesar 3,5 Triliun.
Abdul Wahid juga menyatakan atas kondisi itu ia akan bekerja secara ekstra, memetakan masalah, menggelar rapat dengan OPD, dan TAPD untuk mengurai, merumuskan dan mencari jalan keluar.
"Selama masuk bertugas, lebih kurang seminggu ini saya tidur jam 3 subuh, kemudian pagi rapat lagi bersama OPD, saya ingin memetakan dan merumuskan solusi atas kondisi fiskal kita yang mengalami tunda bayar dan berpotensi defisit, lebih kurang 3,5 T totalnya, dinolkan sekalipun belanja 2025, masih 1 T lebih kekurangannya," ungkapnya.
Pada kesempatan itu Gubernur Riau H. Abdul Wahid juga mengatakan akan membuat beberapa kebijakan, diantaranya memangkas Belanja Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
"Kita sudah menekan jauh kebawah, standar Inpres No. 1 Tahun 2025 dan KMK 29 Tahun 2025, jika memungkinkan saya akan ambil kebijakan memotong TPP Pegawai, mengingat beban kerja tahun ini tidak ada," jelas Wahid.
Lanjut Gubernur Riau H. Abdul Wahid, masalah TPP itu menjadi isu liar sehingga menuai pro dan kontra.
Sebut Wahid lagi, dukungan pemotongan TPP juga datang dari tokoh dan masyarakat, mengingat kondisi keuangan daerah yang tidak baik.
"Ada juga yang mendukung, Pemrov harus konsisten, jika belanja OPD dinolkan, maka beban kerja berkurang, TPP dibayarkan karna ada beban kerja.
Sementara itu, kata Wahid, dikalangan ASN menolak keras, bahkan isu Pemotongan TPP semakin buyar dan dan liar.
"Dari hasil Pertimbangan berkali, Hal (itu,red) tidak mungkin terjadi. Mengingat, banyaknya pegawai yang bergantung dengan TPP," kata Wahid.
Menyikapi hal tersebut, H. Abdul Wahid di sela-sela momen penyerahan santunan kepada 1000 Anak Yatim di Mall SKA Pekanbaru mengatakan, kebijakan soal TPP ini dibuat berbentuk paralel.
"Sejauh ini belum ada kebijakan pemotongan TPP tersebut diambil, minggu lalu saat rapat koordinasi dengan seluruh OPD, saya perintahkan agar tidak ada yang membelanjakan, jika ngeyel, saya kasi pilihan. Boleh berbelanja, tapi TPP di satu instansi itu akan potong," tegasnya.
Kemudian, guna mengawasinya, H. Abdul Wahid akan membentuk tim untuk memverifikasi anggaran di setiap OPD.
"Boleh digunakan, tapi dalam keadaan darurat, kondisi ini saya menilai tata kelola pemerintahan sebelumnya tidak sesuai jalur, sehingga berdampak kepada kondisi keuangan daerah, tentu menjadi tanggung jawab kita bersama,"ujarnya.
Pada kesempatan itu juga Abdul Wahid menjelaskan, terkait pernyataan saat Rembug RPJMD lalu, ia hanya ingin menyampaikan bahwa inilah kondisi yang sebenarnya.
"Inilah kondisinya, kita wajib bersama-sama untuk memperbaikimya, dibawah kepemimpinan saya, seluruh pegawai dan OPD harus bekerja berorientasi untuk kemajuan daerah, bukan proyek, nanti masyarakat yang rugi, dan program pembangunan tidak akan berjalan," tegasnya.
Diakhir, Wahid menyatakan, rata-rata ASN telah menjaminkan SK kepada bank atau lembaga keuangan lainnya.
"Mereka bergantung dengan TPP untuk mencukupi kebutuhan, kalaupun kebijakan pemotongan TPP diambil itu adalah langkah terakhir, saya masih ada solusi-solusi jitu untuk menyelesaikan semua hutang tahun ini, harapan kita semuanya pada 2026 nanti kondisi Riau bisa stabil," tutupnya.***red/rfm
Laporan: Rezky Febrian M.