telusur.co.id - Belakangan ini, peringatan cuaca ekstrem kembali digaungkan untuk beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Jakarta dan Surabaya. Hujan lebat disertai angin kencang menjadi ancaman serius, hingga berpotensi banjir. Namun selain faktor alam, struktur jalan, bangunan, dan tata lingkungan yang kurang sesuai ternyata juga dapat memperburuk keadaan saat banjir melanda.

Dosen Architecture Petra Christian University (PCU), Timoticin Kwanda, B.Sc., MRP.,Ph.D. menjelaskan bahwa, banjir tidak bisa dilihat sebagai masalah yang terpisah. 

“Banjir adalah masalah yang menyeluruh. Misalnya di Jakarta, jika resapan air di daerah tertentu tidak dapat menampung air hujan, maka air tersebut akan mengalir ke kawasan yang lebih rendah," tukasnya. Minggu, (16/3/2025).

Selain hujan lebat, faktor air pasang laut (rob) juga berperan besar dalam memperburuk banjir, terutama bagi kota-kota yang berada di daerah pesisir. 

“Air pasang akan mengalir ke sungai dan daratan. Ketika hujan datang, sungai meluap, air hujan tidak dapat mengalir ke laut melalui sungai, maka banjir pun terjadi," tukas dosen senior tersebut. 

Karena itu, penting untuk memperhatikan desain tata ruang kota dan pengelolaan saluran air.
Beberapa kota besar di dunia termasuk IKN Nusantara sudah mulai mengimplementasikan solusi berbasis konsep “Sponge Cityˮ untuk mengurangi dampak banjir. 

“Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan penyerapan air hujan dengan mengutamakan elemen-elemen seperti taman terbuka, danau penampungan air hujan atau bozem, drainase yang menyerap air, dan penggunaan green roofs pada bangunan," bebernya.

Di Surabaya misalnya, danau buatan dan kanal-kanal dibangun untuk menampung air hujan dan mencegah banjir. 

“Saluran air dari bangunan-bangunan tidak langsung dibuang ke sungai, tetapi ke kanal. Air ini kemudian disalurkan ke danau buatan dan dibuang ke laut setelah air pasang surut," urai dosen yang mengajar Konservasi Cagar Budaya Arsitektur di program Magister Architecture Petra Christian University itu.

Timoticin melanjutkan, bangunan-bangunan tinggi di Surabaya kebanyakan juga sudah menerapkan sistem 'harvesting tank'. 

“Hal ini sesuai dengan Perwali Analisis Dampak Lingkungan Drainase. Harvesting tank, atau penampungan air hujan, merupakan sistem di mana air hujan akan ditampung di suatu ‘wadahʼ sebelum dibuang ke saluran kota. Hal ini bisa mengurangi beban pada saluran drainase kota," tegasnya.

Solusi berikutnya yang juga relevan, adalah penggunaan green roof, yakni penutupan permukaan atap dengan vegetasi atau media tumbuhan pada bangunan. 

“Atap bangunan yang dirancang dengan green roof dapat menyerap air hujan dan mengurangi jumlah air yang mengalir ke saluran drainase," ucap dosen dengan kepakaran di bidang tata ruang kota itu.

Timoticin menegaskan, di tengah pesatnya pembangunan, perencanaan kota harus fokus pada penyerapan air dan pengelolaan saluran air yang efisien, selain pembangunan gedung dan jalan. 

“Konsep Sponge City perlu menjadi bagian dari strategi pembangunan kota-kota besar di Indonesia. Penerapan solusi berbasis arsitektur hijau ini, seperti desain bangunan dan tata ruang yang memaksimalkan resapan air hujan, dapat membantu mengurangi dampak banjir," tutup Timoticin. (ari)