Telusur.co.id - Oleh: Endin AJ. Soefihara. –
Pasca bencana alam di Wasior Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat, segerombolan binatang Ordo Primata berkumpul di kepulauan Miangas Sulawesi Utara. Menggunakan naluri dan komunikasi kebinatangan mereka berkongres disini. Telah hadir beragam jenis monyet mewakili ordo masing-masing, ada monyet buntut panjang, kera, bagon, beruk, simpanse, gorilla, ada kera yang mewakili dunia lama dan ada kera yang mewakili dunia baru.
Tampil sebagai pimpinan adalah orang hutan yang sengaja datang dari komunitas orang hutan sumatera (Pongo abelli) dan juga hadir komunitas orang Utan Borneo (Pongo pygmaeus). Jenis hewan primata adalah payung hutan yang mampu menjaga keutuhan ekosistem hutan secara berkelanjutan, menjaga sumber plasma nufta, pengatur sumber tata air, membentuk iklim mikro dan penata kehidupan alam untuk tetap hijau dan nyaman.
Agenda kongres para binatang ini akan menyepakati rumusan deklarasi “Selamatkan kami kaum tertindas”. Semua hasil pembicaraan dan rumusannya akan disampaikan kepada pembesar negeri , bila tidak diindahkan kami akan mengambil langkah lanjutan, bikin aliansi baru atau bila perlu tarik ulang dari koalisi. Demikian bunyi konsep deklarasi yang mereka rumuskan.
Pulau Miangas Kecamatan Nanusia, Kabupaten Talaud Sulawesi Utara dipilih sebagai tempat pertemuan karena dianggap senasib dengannya. Sebagai wilayah Indonesia terluar harus memperoleh perhatian pusat lebih serius agar jangan ada perasaan kurang terperhatikan dan terawat. Pulau ini lebih dekat ke Philipina ketimbang ke kota kecamatan. Seandainya saja pemerintah Hindia Belanda kalah dalam Mahkamah Arbitrase Internasional saat persidangan 4 April 1928 dengan hakim Max Huber, karena Philipina memasukan dalam peta wilayahnya , pulau ini sudah hengkang dari gugusan nusantara.
Untung saja Belanda sudah menguasai pulau Miangas yang dikenal dengan nama La Palmas ini sejak tahun 1677.
Pertemuan komunitas primata memanas, bahkan muncul usulan bila kehidupan terus terganggu lebih baik mengganggu balik dengan menguasai pulau in, membuat sarana pelatihan para teroris dan menjadikan lokasi ini persemaian kaum radikalis.
Kabar tak sedap sampai ke Jakarta, atas usul angkatan perang dikirim pasukan laut untuk membubarkan pertemuan tapi ternyata tak mempan – pasukan kembali tidak membawa hasil.
Menaggulangi ini pemerintah mengundang rapat para tokoh masyarakat ke istana, rapat antar departemen. Kemudian membuat ”Panitia Penaggulangan Kegelisahan Binatang. Tim diterjunkan ke lokasi, negosiasi dilaksanakan berhari-hari, rekomendasi dirumuskan, Memory of Understanding siap ditandatangani, laporan dibuat dalam naskah rapih, tayangan televisi tak henti-henti, para pembesar negeri telah saling berganti menyambangi, tapi hasilnya nihil.
Orang hutan keturunan Borneo yang berkulit merah coklat terang sebagai ketua delegasi perundingan tidak bergeming dengan janji-janji –“ Mau kami Cuma satu kata – Beri kami hutan”, bila tidak dipenuhi lebih baik memisahkan diri atau perang, kami akan buat lahan ini tempat persemaian kekacauan nasional. Kementerian bagian urusan kebinatangan nyaris putus asa mengatasi persoalan.
Dunia internasional melaporkan dalam berbagai pemberitaan dengan topik – “Satu lagi pulau Indonesia akan hilang” . Ini tamparan, apa kata dunia bila tak bisa diselesaikan, Indonesia negeri kepulauan, jangan sampai pulau-pulau itu pergi bergiliran – meninggalkan – gugus kenusantaraan.
Akhirnya diambil kesepakatan bahwa hal ini sebagai masalah nasional, untuk itu perlu melibatkan pimpinan tinggi negeri.
Pendek cerita diutuslah komisi dewan bidang urusan perbinatangan. Mereka segera bertolak menuju lokasi perundingan. Dengan tugas agar para binatang itu kembali kehabitatnya.
Perundingan dimulai, Ketua delegasi, menghampiri para binatang, satu per satu- diajaknya bernegosiasi. lima menit kemudian dia bicara “Bagaimana, setuju?” – mendadak sontak seluruh binatang dengan seksama dan nyaring berteriak “ Setujuuuuuuuuu…”
Apa yang dilakukan pimpinan itu sangat luarbiasa. Bisikan gaib apa yang disampaikan sang tokoh kawakan ini. Begini ujarnya, binatang itu saya janjikan – “ Sudah kembali saja kamu semua kehutan, kehabitatmu jangan buat ribut…sebentar lagi ada pemilihan umum , kamu bersedia dicalonkan menjadi wakil presiden kan”.
………………………………………………..oh…. oh… oh begitu.[***]