Tutupi Kerusakan Raja Ampat, Bahlil - Telusur

Tutupi Kerusakan Raja Ampat, Bahlil


telusur.co.id - Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar,  menyoroti praktik penjarahan pulau kecil, seperti Pulau Gag, yang ironisnya didukung penuh oleh negara-korporasi melalui tangan-tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) yang dipimpin Bahlil Lahadalia. 

Di saat publik tengah menyoroti keberadaan konsesi tambang nikel di Kepulauan Raja Ampat, khususnya Pulau Gag, Melky menyindir, Kementerian ESDM dengan lantang mengatakan tak ada masalah dalam pertambangan nikel di Raja Ampat, tak ada kerusakan.

"Ini merupakan sebuah kebohongan luar biasa," kata Melky dalam keterangannya, Senin (9/6/2025. 

Padahal, lanjut Melky, menurut analisis citra satelit, deforestasi Pulau Gag sepanjang 2017 hingga 2024, telah mencapai 262 hektare. Hal ini belum termasuk dengan kerusakan wilayah pesisir akibat sedimentasi bekas galian, kerusakan terumbu karang akibat sedimentasi yang terbawa hingga ke laut dan lalu lalang kapal tongkang pengangkut nikel, serta pantai yang tertutup lumpur. 

Selain itu, kata Melky, Bahlil juga secara terang-terangan menepis kekhawatiran publik mengenai dampak aktivitas pertambangan nikel terhadap pariwisata di Kepulauan Raja Ampat. Bahlil menganggap lokasi tambang Pulau Gag yang 'hanya' berjarak 30 hingga 40 kilometer tidak akan berdampak pada aktivitas pariwisata Raja Ampat.

"Setali tiga uang. Mulai dari bupati dan gubernur kompak menutupi kerusakan yang terjadi dan membuat konferensi pers untuk menyebutkan seluruh kerusakan ekologi yang telah terjadi di Pulau Gag adalah hoax. Kini menjadi sangat jelas bahwa Bupati Raja Ampat Orideko Burdam dan Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu tidak pernah berpihak pada kelestarian alam Pulau Gag," ucapnya.  

Dalam konteks bernegara, tegas Melky, menjadi terang bahwa negara yang seharusnya menjadi pelindung bagi lingkungan dan masyarakat, justru berperan sebagai kaki tangan korporasi dalam mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak ekologis jangka panjang.

Dengan dalih pembangunan ekonomi, pemerintah mengabaikan prinsip keberlanjutan dan malah memberikan legitimasi terhadap praktik yang merusak ekosistem Raja Ampat. 

Pulau Gag, yang merupakan bagian dari kawasan konservasi laut dunia, kini berubah menjadi korban kerakusan industri ekstraktif yang didukung oleh kebijakan yang tidak transparan dan minim akuntabilitas. 

Menurut dia, tindakan pemerintah yang secara sistematis menyangkal kerusakan lingkungan dan menutup-nutupi fakta, lebih dari cukup untuk menunjukkan topeng asli negara sebagai pelaku utama kejahatan ekologis dan hanya mewariskan utang ekologis bagi generasi mendatang.

"Ini terus berjalan di atas pemerintahan yang terus-menerus abai terhadap supremasi hukum. Padahal hukum merupakan panglima tertinggi negara Indonesia yang kerap mendaku diri sebagai negara hukum. Sikap abai ini tercermin dalam lemahnya penegakan hukum di pulau-pulau kecil seperti Wawonii dan Sangihe," tegasnya. 

Meskipun Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan empat putusan dan satu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tegas melarang aktivitas pertambangan di wilayah pulau kecil Indonesia dan telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), Melky menyayangkan, eksekusi atas keputusan tersebut masih terbatas pada ranah administrasi perizinan. Namun penghentian total aktivitas di lapangan sebagaimana mandat utama putusan tersebut tak pernah dilakukan.

Bagi Melky, ketidakpatuhan terhadap putusan MA dan MK semakin memperjelas bahwa negara bukan hanya abai, tetapi juga turut serta dalam membiarkan kejahatan ekologis terjadi. Pulau Sangihe, misalnya, telah menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap tambang ilegal, namun meskipun berbagai putusan hukum telah memenangkan warga, perusahaan tambang tetap beroperasi tanpa hambatan. Hal yang sama terjadi di Wawonii. 

Dia menilai, ketika hukum hanya menjadi formalitas tanpa implementasi, negara kehilangan legitimasi sebagai pelindung rakyat dan dengan mudah berubah wujud menjadi penindas bagi rakyatnya sendiri.

"Karena itu, kami secara terbuka menantang pemerintah segera memenuhi tuntutan kami. Kami tidak menginginkan pemerintah yang hanya melakukan klarifikasi dan berpidato di podium, melakukan penyegelan dan moratorium palsu," tegas dia. 

Jatam menantang pemerintah untuk melakukan, mencabut semua regulasi yang melegalkan tambang di pulau kecil, termasuk Undang-Undang Mineral dan Batu bara dan aturan turunannya.

Kemudian, menyusun perlindungan hukum yang tegas dan tanpa celah untuk pulau-pulau kecil, menghapus semua rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang mengakomodasi kepentingan tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.

"Menghentikan, Mengevaluasi, Mengaudit dan serta mencabut seluruh izin tambang di pulau-pulau kecil yang sudah terlanjur dieksploitasi. Dan, berhenti menerbitkan izin tambang baru di pulau kecil Indonesia," tukasnya. 

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meninjau langsung lokasi tambang PT Gag Nikel di Pulau Gag bersama Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu dan Bupati Raja Ampat Orideko Iriano Burdam.

"Saya menyempatkan diri bersama Gubernur dan Bupati Raja Ampat melakukan kunjungan ke Pulau Gag, Raja Ampat, naik heli dalam rangka merespon apa yang menjadi perkembangan pemberitaan di media sosial. Kami menghargai semuanya, pemberitaan itu kami menghargai dan bentuk penghargaan itu kita terus cek, supaya lebih objektif dengan kondisi yang ada," ujar Bahlil saat temu media di hotel Swiss Bell Sorong, dikutip dari laman Kementerian ESDM, Sabtu (7/6/2025).

Kondisi pertambangan yang digambarkan selama ini, menurut Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu, tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Karena itu perlu diluruskan dengan mengunjungi dan melihatnya secara langsung.

"Kita pastikan mungkin video itu bukan dari Gag, bukan dari Piaynemo, mungkin dari tempat lain. Mereka ambil dari mana kita juga tidak tahu, tapi yang pasti bukan dari penambangan di Pulau Gag," tegas Elisa.

Elisa menambahkan, masyarakat sekitar tambang menunjukkan dukungan agar aktifitas pertambangan dapat dilanjutkan karena terbukti memberikan manfaat bagi mereka baik secara langsung maupun tidak.

"Ketika kami sampai disana, masyarakat lokal, semua yang ada disitu, kecil, besar, perempuan, tua, muda, mereka menangis, minta Pak Menteri ini tidak boleh ditutup, ini harus dilanjutkan. Dan kalau kami pemerintah harus mengikuti kemauan masyarakat, dan kita itu hadir untuk kesejahteraan masyarakat, kenapa kita harus membuat rakyat susah," ungkap Elisa.

Bupati Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam, juga menyampaikan hal yang sama. Dia menilai, setelah mengunjungi secara langsung apa yang ada disana berbeda dengan yang ada di media sosial dan masyarakat disana tidak menginginkan jika aktifitas pertambangan disana ditutup.

"Mereka tidak mau tutup tambang, karena itu untuk menopang kehidupan mereka disana. Mereka menginginkan itu, karena itu kami berharap kebetulan ada Pak Menteri disini untuk membuka tambang itu," kata Orideko.

Namun demikian, ia meminta agar pengawasan ditingkatkan terutama terkait analisis dampak lingkungan supaya lebih bagus lagi kedepan.

"Mari sama-sama kita jaga Raja Ampat, kita kasih promosi yang baik jangan sampai Raja Ampat ini jadi negatif, wisatawan jadi berkurang. Kita harus jaga kawasan wisata kita agar kedepan tidak dicemari," kata Orideko.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, juga menyampaikan bahwa bahwa tidak ditemukan masalah di wilayah tambang. 

"Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah," kata Tri.

Meski demikian, Tri sudah menurunkan tim Inspektur Tambang, untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat dan mengevaluasi secara menyeluruh untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.

"Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga tapi nanti kita tetap reportnya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa, terus kemudian nanti kita hasil dari evaluasi yang kita lakukan dari laporan Inspektur Tambang kemudian kita eksekusi untuk seperti apa nanti," kata Tri. 

Diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menghentikan sementara kegiatan operasi PT GAG Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.

PT GAG Nikel, pemegang Kontrak Karya Generasi VII No. B53/Pres/I/1998, resmi berdiri pada 19 Januari 1998 setelah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia. Sejak tahun 2008, PT ANTAM Tbk. berhasil mengakuisisi seluruh saham APN Pty. Ltd., sehingga kendali penuh PT GAG Nikel saat ini berada di tangan PT ANTAM Tbk.

Hingga saat ini, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat. Dua perusahaan memperoleh izin dari Pemerintah Pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2013. 

Tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari Pemerintah Daerah (Bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada tahun 2025.

Berikut Perusahaan dengan Izin Pemerintah Pusat:

1. PT Gag Nikel

Pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektar di Pulau Gag ini telah memasuki tahap Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047. Perusahaan ini telah memiliki dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada tahun 2014, lalu Adendum AMDAL di tahun 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Sementara itu, IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dikeluarkan tahun 2015 dan 2018. Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan tahun 2020. Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 Ha, dengan 135,45 Ha telah direklamasi. PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)

Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 Ha di Pulau Manuran. Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada tahun 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.

Perusahaan dengan Izin Pemda:

1. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)

Perusahaan ini merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 Ha di Pulau Batang Pele. Kegiatan masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)

PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 Ha. Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.

3. PT Nurham

Pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025 ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waegeo. Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Hingga kini perusahaan belum berproduksi.[Nug] 


Tinggalkan Komentar