Usai Terpolarisasi Akibat Sistem Politik, LaNyalla: Ukhuwah Harus Diperjuangkan - Telusur

Usai Terpolarisasi Akibat Sistem Politik, LaNyalla: Ukhuwah Harus Diperjuangkan

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menghadiri Halal bi Halal MUI, BPKH dan Muamalat secara virtual, Selasa (17/5/22). (Ist).

telusur.co.id - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai ukhuwah atau persatuan dan kesatuan bangsa harus terus diperjuangkan. Terlebih, saat ini kemiskinan, ketidakadilan, dan polarisasi antar anak bangsa terjadi akibat sistem dan pilihan politik.

Hal itu disampaikan LaNyalla secara virtual dalam Halal bi Halal MUI, BPKH dan Bank Muamalat, Selasa (17/5/22).

Oleh karena itu, LaNyalla mengapresiasi Majelis Ulama Indonesia, yang terus berkomitmen untuk menjalin silaturahim dengan komponen bangsa, terutama dalam merajut komitmen keumatan di negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia ini. 

"Sangat tepat bila momentum Halal bi Halal kali ini diisi dengan tema; ‘Merajut Ukhuwah untuk Membangun Ekonomi Umat’. Sebab, menurut saya, tema tersebut masih dalam koridor perjuangan, yang memang mutlak harus diperjuangkan. Baik dalam sisi Ukhuwah, maupun dalam sisi Pembangunan Ekonomi Umat," kata LaNyalla, yang sedang kunjungan kerja di Arab Saudi. 

Ditegaskannya salah satu yang dapat mengoyak persatuan dan kesatuan sebagai bangsa adalah kemiskinan dan ketidakadilan. Selain itu yang belakangan ini sangat mengganggu ukhuwah kita sebagai bangsa bahkan sesama saudara muslim adalah polarisasi bangsa akibat sistem dan pilihan politik.

"Makanya dalam beberapa kesempatan, saya selalu sampaikan bahwa polarisasi bangsa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir harus kita akhiri. Polarisasi di masyarakat sangat tidak produktif dan menurunkan kualitas kita sebagai bangsa yang beradab dan beretika," papar dia.
 
LaNyalla menggambarkan bagaimana antar kelompok di masyarakat melakukan aksi reaksi atas output pesan masing-masing baik dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi. Ditambah  pola komunikasi elit politik yang kerap menimbulkan kegaduhan. Sehingga semakin lengkap pembelahan yang terjadi.

"Kita sempat menyaksikan sweeping bendera, kaos, forum diskusi, pembubaran forum pertemuan dan lain sebagainya. Sampai hari ini, masih saja terjadi olok-olok antar kelompok, dengan sebutan-sebutan yang jelek. Padahal sudah sangat jelas, olok-olok dengan sebutan yang jelek, dilarang Al-Quran," tegasnya.

Karena itulah Senator Jawa Timur itu selalu mengatakan Merajut Ukhuwah masih harus diperjuangkan dan mutlak untuk diperjuangkan. Tentu dengan membedah akar persoalannya. Dimana salah satunya adalah ketidakadilan, yang dipicu lemahnya ekonomi umat. 

"Kelemahan ekonomi umat harus diakui terjadi, karena dominasi dan hegemoni sekelompok kecil yang menguasai sumber daya ekonomi nasional yang terlalu timpang dengan jumlah penduduk di Indonesia," katanya lagi.

Fakta ini tidak dapat ditutupi di era keterbukaan informasi. Narasi-narasi kebohongan dan kepalsuan akan selalu terbongkar, dan semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik. 

"Salah satu jalan untuk mengakhiri persoalan fundamental bangsa ini adalah dengan melakukan perbaikan secara mendasar. Termasuk melakukan perubahan arah kebijakan perekonomian nasional, yang harus berorientasi kepada pemerataan untuk mewujudkan negara kesejahteraan," ucapnya.

Memang itulah, lanjut LaNyalla, yang dicita-citakan para pendiri bangsa, yang dirumuskan melalui Ekonomi Pancasila, dimana dengan terang termaktub dalam Pasal 33 Ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Dasar 1945.

Ditambahkannya, Islam sebagai sebuah agama yang Rahmatan lil alamin telah mengatur semua hal dalam menjalankan kehidupan. Salah satunya dalam konteks kesejahteraan rakyat, adalah pemisahan yang tegas antara public good dan commercial good. Mana yang harus dikelola negara untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat, dan mana yang boleh dikelola orang perorangan untuk keuntungan orang perorang. 

Begitu pula dalam merajut ukhuwah, Islam juga telah mengatur dengan sangat jelas azas dan tahapan yang harus dilakukan. Tetapi menurutnya semua upaya itu akan sulit diwujudkan jika negara ini menjadi semakin sekuler, liberalis dan kapitalis. 

"Karena akan semakin tidak nyambung dengan semangat Sila Pertama dalam Pancasila, bila agama semakin dijauhkan dari negara. Akan semakin tidak nyambung dengan Pasal 29 Ayat 1 dan 2 Konstitusi kita bila narasi-narasi phobia terhadap agama, khususnya Islam masih terjadi dan dibiarkan. Sementara pada 15 Maret 2022, PBB telah menetapkan tanggal tersebut sebagai hari internasional melawan Islamophobia," tukasnya.

Alumnus Universitas Brawijaya itu mengajak semua pihak untuk menyadari bahwa negara ini lahir sebagai Negara  yang Berketuhanan. Dan itu disebutkan dengan jelas dalam Konstitusi bahwa Negara ini berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa. Sehingga sudah seharusnya semua kebijakan memperhatikan spirit teologi dan kosmologi spirit keagamaan. 

"Saya pikir itulah salah satu tugas Majelis Ulama Indonesia yang patut didukung oleh semua komponen bangsa ini. Sehingga lahirnya negeri yang Baldatun Toyyibatun Wa Robbun Ghofur niscaya akan segera terwujud," ujarnya. 

Hadir di acara itu Wakil Presiden Republik Indonesia, KH Ma’ruf Amin, Ketua Umum MUI, KH Miftahul Achyar, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI, Puan Maharani, Ketua OJK, Mahendra Siregar, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Ketua BPKH, Anggito Abimanyu, Dirut Bank Muamalat, Achmad Kusna Permana, Ketua Panitia Penyelenggara, KH Cholil Nafis dan para tamu undangan.

Dalam kesempatan itu atas nama seluruh keluarga besar DPD RI, LaNyalla juga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriyah. 

"Mohon maaf lahir dan batin. Semoga Allah SWT ridho dengan semua amal ibadah kita," ungkapnya. [Hdr]


Tinggalkan Komentar