telusur.co.id - Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan Jawa Barat (Jabar) Agita Nurfianti menekankan pentingnya langkah strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam melakukan sosialisasi serta pengawasan terhadap makanan dan minuman yang beredar di lingkungan sekolah. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Komite III DPD RI dengan BPOM, Selasa (23/9), di Kantor DPD RI, Senayan, Jakarta.
Rapat tersebut terkait inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, terkait Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Tujuannya untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UU tersebut, menyerap aspirasi dan masukan dari BPOM terkait kendala dan capaian
pengawasan peredaran MBDK, serta menginventarisasi materi pengawasan untuk disampaikan sebagai rekomendasi kebijakan dalam rangka penguatan regulasi dan perlindungan masyarakat dari dampak buruk konsumsi MBDK.
Agita menilai, upaya pencegahan konsumsi pangan berisiko bagi anak-anak perlu dimulai sejak dini, salah satunya melalui edukasi langsung kepada para siswa mulai dari Sekolah Dasar.
“Sosialisasi BPOM ini bisa dimulai dari anak-anak sekolah, terutama bagaimana cara memilih jajanan dan memahami efek dari kandungan yang dikonsumsi. Sosialisasi ini saya rasa sudah harus dilakukan sejak tingkat SD,” ungkap Agita.
Selain sosialisasi, pengawasan terhadap kantin sekolah dan pedagang di sekitar sekolah juga perlu diperketat. Agita mencontohkan hasil pengamatannya di Jawa Barat, di mana sudah ada imbauan agar kantin hanya menjual makanan sehat, namun praktik di lapangan masih jauh dari harapan.
“Pada praktiknya, di kantin sekolah masih banyak ditemukan minuman dengan pemanis buatan dan jajanan tanpa label atau informasi kandungan. Anak-anak membeli karena kemasannya menarik, padahal kita tidak tahu apa saja isinya. Begitu pula dengan jajanan yang mengandung penyedap dan penguat rasa, masih banyak beredar,” jelasnya.
Agita menekankan bahwa pengawasan tidak boleh bersifat insidental, melainkan harus dilakukan secara rutin dan intensif oleh BPOM bekerja sama dengan dinas kesehatan daerah.
“Harus ada kontrol secara berkala agar anak-anak tidak kecolongan. Kita tidak boleh lengah, karena ini menyangkut kesehatan generasi penerus bangsa,” tegasnya.
Melalui rapat kerja ini, Agita mendorong BPOM untuk memperluas jangkauan sosialisasi, meningkatkan pengawasan pangan di sekolah, serta memastikan perlindungan anak-anak dari potensi bahaya bahan tambahan pangan yang tidak sesuai standar.