telusur.co.id ─ Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, meminta maaf atas kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh stafnya di Kongo.
"Hal pertama yang ingin saya katakan kepada korban dan para penyintas adalah saya minta maaf," ujar Tedros, dilansir dari AFP, Rabu (29/9/21).
Tedros menegaskan, prioritas utama dirinya ialah pelaku tak dibebaskan, tapi dimintai pertanggungjawaban.
WHO menunjuk komisi independen beranggotakan lima orang pada Oktober 2020 untuk menyelidiki tuduhan pelecehan seksual oleh stafnya di Ituri Kongo dan provinsi Kivu Utara dan Selatan.
Komisi menemukan bahwa lebih dari 80 dugaan kasus pelecehan seksual terjadi selama wabah Ebola antara Agustus 2018 dan Juni 2020. Sebagian besar korban adalah wanita tidak berpendidikan, berusia 13 - 43 tahun.
Komisi mewawancarai lusinan wanita yang mengatakan bahwa mereka ditawari pekerjaan sebagai imbalan seks, atau menjadi korban pemerkosaan.
Anggota komisi Malick Coulibaly mengatakan, sebagian besar wanita yang bersaksi mengatakan mereka telah dipaksa untuk bertukar seks dengan janji pekerjaan. Bahkan, beberapa eksploitasi dan pelecehan seksual diorganisir melalui jaringan yang beroperasi melalui cabang lokal yang merekrut orang untuk bekerja dalam penanggulangan Ebola.
"Sebagian besar korban tidak mendapatkan pekerjaan yang dijanjikan meskipun mereka setuju untuk melakukan hubungan seksual," kata Coulibaly melalui seorang penerjemah.
"Beberapa wanita menyatakan bahwa mereka terus dilecehkan secara seksual oleh pria dan mereka diwajibkan melakukan hubungan seksual untuk dapat mempertahankan pekerjaan mereka atau bahkan untuk dibayar."
Penyelidikan menemukan 21 dari 83 tersangka pelaku adalah staf WHO, beberapa orang Kongo, beberapa dari luar negeri. Terduga pelaku lainnya adalah kontraktor seperti sopir dan petugas keamanan.
Tedros mengatakan, empat staf WHO telah dipecat dan dua telah diberi cuti administratif. Dia mengatakan tersangka pelaku pemerkosaan akan dirujuk ke otoritas nasional di Kongo untuk penyelidikan.
Kepala WHO juga mengatakan bahwa semua korban eksploitasi dan pelecehan seksual akan memiliki akses ke layanan yang mereka butuhkan, termasuk dukungan medis dan psikososial, dan bantuan untuk pendidikan anak-anak mereka akan disediakan.[Tp]
Laporan: Nadhifa Putri Nauramiyanti



