Telusur.co.id -Oleh: Daffa Akbar Ramadhan Maulana dan Muhammad Faiz Irfan Utama, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Status Perkawinan dan Kewajiban Pajak
Sistem Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia, berlandaskan pada filosofi Undang-Undang PPh, secara konseptual mengadopsi prinsip kesatuan ekonomi dalam perkawinan. Prinsip ini mendalilkan bahwa, untuk tujuan perpajakan, entitas suami dan istri dianggap sebagai satu kesatuan subjek pajak, yang konsekuensinya adalah konsolidasi penghasilan kedua belah pihak sebagai basis penentuan PPh terutang.
Perubahan status Wajib Pajak (WP) dari Tidak Kawin (TK/0) menjadi Kawin (K) oleh karenanya memicu pergeseran mendasar dalam penentuan kewajiban pajak. Untuk pasangan yang sama-sama berpenghasilan, regulasi pajak yang tercermin di dalam Pasal 8 UU PPh memberikan pengakuan terhadap tiga opsi status administrasi perpajakan yaitu: Bergabung (KK), Pisah Harta (PH), Memilih Terpisah (MT), dan Hidup Berpisah (HB) yang masing-masing memiliki implikasi berbeda terhadap administrasi dan pelaporan, namun tidak terhadap basis perhitungan tarif. Status bergabung (KK) merepresentasikan implementasi dari prinsip kesatuan ekonomi tersebut.
Dalam status ini, seluruh hak dan kewajiban perpajakan keluarga dijalankan secara terpusat di bawah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) suami. Secara administratif, suami berkewajiban menyampaikan hanya satu Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh yang menggabungkan total penghasilan neto suami dan istri.
Berbeda dengan status KK, status Pisah Harta (PH) dan Memilih Terpisah (MT) merupakan pengecualian administratif yang memungkinkan suami dan istri melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan secara individual atau terpisah. Status PH timbul sebagai konsekuensi yuridis dari adanya Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan yang dibuat secara tertulis.
Sementara itu, status MT timbul semata-mata berdasarkan kehendak Istri untuk memilih menjalankan kewajiban perpajakannya secara terpisah, yang harus dinyatakan saat pendaftaran NPWP atau saat penyampaian SPT Tahunan. Implikasi krusial dari kedua status ini adalah bahwa suami dan istri wajib memiliki NPWP masing-masing dan wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh secara terpisah.
Meskipun status PH dan MT memfasilitasi mekanisme pelaporan yang terpisah, hal ini tidak berarti PPh terutang dihitung seolah-olah mereka adalah WP yang belum menikah. Prinsip yang tidak dapat dihindari adalah bahwa basis perhitungan untuk menentukan total PPh terutang keluarga tetaplah pada Penghasilan Kena Pajak (PKP) gabungan dari total Penghasilan Neto Suami dan Istri. Dengan kata lain, total PPh terutang dihitung dengan menerapkan tarif progresif Pasal 17 UU PPh pada PKP gabungan tersebut.
Setelah diperoleh, jumlah tersebut kemudian dialokasikan secara proporsional kepada masing-masing pihak berdasarkan perbandingan Penghasilan Neto Suami dan Istri. Oleh karena itu, status PH atau MT berfungsi sebagai mekanisme administrasi dan alokasi kredit pajak, namun tidak mengubah fakta bahwa WP suami dan istri tetap berpotensi dikenakan tarif tambahan yang lebih tinggi sebagai dampak dari
penggabungan penghasilan, sesuai dengan struktur tarif progresif yang berlaku dalam regulasi pajak Indonesia.
Pentingnya Tax Awareness bagi WP OP Wanita Kawin
Berdasarkan ketentuan serta kompleksitas pengaturan penghitungan pajak tentang wanita kawin, kebutuhan akan Tax Awareness bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) Wanita Kawin menjadi semakin krusial untuk memastikan kepatuhan dan pemahaman yang tepat Dalam konteks yang dinamis ini, penting bagi WP OP Wanita Kawin untuk memiliki Kesadaran Pajak (Tax Awareness) yang kuat. Kesadaran Pajak ini merupakan elemen penting dari General Tax Knowledge yang didefinisikan sebagai pengakuan Wajib Pajak terhadap pajak yang berkontribusi pada anggaran publik dan mencakup kesadaran tentang kapan seseorang bertanggung jawab atas pajak.
Tax Awareness membedakan diri dari sekadar Tax Literacy (sekadar tahu aturan) karena ia melibatkan kemampuan Wajib Pajak untuk mengambil kepemilikan (take ownership) atas perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak mereka, termasuk memahami bagaimana keputusan kepatuhan atau non-kepatuhan akan mempengaruhi posisi keuangan mereka sendiri.
Tax Awareness menjadi sangat penting bagi WP OP Wanita Kawin karena berfungsi sebagai penghalang terhadap risiko ketidakpatuhan. Pertama, sistem perpajakan seringkali rumit, terutama yang menyangkut penggabungan penghasilan suami-istri; Tax Awareness memudahkan pemahaman alur perhitungan PPh proporsional dan membantu Wajib Pajak untuk mampu menerapkan aturan dan regulasi. Kedua, pemahaman ini sangat vital untuk menghindari sanksi administrasi , sebab pengetahuan tentang prosedur pajak (procedural knowledge) memastikan kepatuhan pada tenggat waktu dan persyaratan, sehingga dapat mencegah kesalahan administrasi (misalnya NPWP ganda) dan menghindari risiko non-kepatuhan yang berujung pada denda dan bunga.
Ketiga, Kesadaran Pajak memastikan WP OP Wanita Kawin memahami hak mereka terkait Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang sangat penting untuk mengamankan hak pengurangan PPh Pasal 21 bulanan yang sesuai dengan status perkawinan yang dipilih (misalnya K/I), menjamin pembayaran pajak yang optimal. Terakhir, Tax Awareness WP OP Wanita Kawin yang didorong oleh kesadaran akan fungsi penting pajak bagi pembangunan negara secara langsung mendukung kepatuhan pajak nasional dan meningkatkan penerimaan negara.
Kesadaran Pajak (Tax Awareness) bagi WP OP Wanita Kawin adalah prasyarat penting untuk kepatuhan dan kontribusi efektif. Pilihan status NPWP (terpisah atau bergabung) mencerminkan kedalaman pemahaman ini. Oleh karena itu, kita harus mengubah kesadaran menjadi aksi nyata: periksa status NPWP Anda, pahami perhitungan PPh Pasal 21 bulanan, dan lakukan dialog proaktif dengan pasangan mengenai kewajiban pajak keluarga. Implementasi Tax Awareness membantu Anda menjadi warga negara yang patuh dan mengelola risiko sanksi secara optimal.



