telusur.co.id - Perang Gaza menjadi ajang koordinasi kubu perlawanan di kawasan sehingga menjadi awal perang besar untuk membebaskan Palestina.
Surat kabar Al Akhbar, Senin (31/5/21) melaporkan, Perang Gaza berbeda dengan perang-perang Palestina dan rezim Zionis Israel yang lain. Dalam Perang Gaza, poros perlawanan berhasil menekan Israel dari berbagai sisi, dan semua ini sudah direncanakan sebelumnya oleh Hizbullah Lebanon dan Hamas.
Sebelum Perang Gaza pecah, dan setelah kelompok perlawanan Palestina memberikan batas waktu kepada Israel untuk menarik pasukan dari Masjid Al Aqsa dan wilayah Sheikh Jarrah, pejabat Hizbullah mengontak Hamas untuk berkoordinasi.
Pejabat Hizbullah dan Hamas menetapkan dua garis merah yang jika dilanggar Israel, maka poros perlawanan kawasan akan terjun ke dalam perang. Pertama, jika perang berlangsung 50 hari seperti perang tahun 2014, kedua jika Israel berhasil menyerang gudang-gudang penyimpanan rudal Hamas dan Jihad Islam.
Di sisi lain saat Perang Gaza tengah berkecamuk, Ansarullah Yaman juga mengontak Hamas dan meminta daftar target serangan rudal dan drone di Israel, namun Hamas mengatakan kondisi medan tempur di Gaza sangat baik.
Kepada Ansarullah, pejabat Hamas mengatakan jika satu dari dua garis merah yang sudah ditetapkan bersama Hizbullah, dilanggar Israel, maka saat itu Ansarullah bisa melancarkan serangan ke Israel.
Oleh karena itu tak heran mengapa Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat Jenderal Mark Milley memperingatkan jika ketegangan Israel dan Palestina tidak selesai, akan muncul bahaya keamanan dengan cakupan yang lebih luas dari sekadar Gaza. [Tp]
Perang Gaza Jadi Ajang Koordinasi Hizbullah, Hamas dan Ansarullah Yaman
Perang Gaza. (Foto: dw.com.)



