Transisi Energi Baru Terbarukan Menuju Net Zero Emission Jangan Sampai Beratkan APBN dan Rakyat - Telusur

Transisi Energi Baru Terbarukan Menuju Net Zero Emission Jangan Sampai Beratkan APBN dan Rakyat

Sekjen Pandawa Nusantara, Faisal Anwar di FGD dengan tema 'Indonesia Menuju Net Zero Emission 2060' (foto: Ist)

telusur.co.id - Salah satu hasil pertemuan KTT Perubahan Iklim COP 26 yang dihelat pada 31 Oktober-12 November 2021 di Glasgow, Skotlandia, yakni diharapkan dapat membuat negara berkomitmen mencapai target nol emisi pada 2050, dan melakukan pengurangan karbon secara progresif pada 2030.

Indonesia sendiri telah memutuskan dan menargetkan net zero emission pada 2060. Sejumlah sektor yang bisa mendukung pencapaian tersebut di antaranya pada pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan, termasuk mangrove dan lahan gambut.

Sekretaris Jenderal Persatuan Aktivis dan Warga (Pandawa) Nusantara, Faisal Anwar mengatakan, Indonesia telah melakukan berbagai upaya melestarikan dan merehabilitasi ekosistem blue carbon, seperti, program rehabilitasi mangrove. Program rehabilitasi ini menjadi yang terbesar di dunia, dengan mencakup sekitar 600 ribu hektar lahan mangrove kritis hingga tahun 2024.

Namun, lanjutnya, ada tantangan yang dihadapi Indonesia Menuju Net Zero Emission (NZE). Di antaranya, pembiayaan dan kapasitas fiskal negara, yang jangan sampai menjadi Beban berat untuk APBN.

"Risiko stranded asset perlu dipersiapkan secara matang, termasuk bagaimana pemerintah mengelola brown assets yang sudah terlanjur dibangun dan berpotensi menjadi aset yang terbengkalai (stranded asset)," ujar Faisal dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema 'Indonesia Menuju Net Zero Emission 2060' yang digelar Pandawa Nusantara di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/12/21).

Kemudian, sambung Faisal, daya beli dan kesadaran untuk bertransisi kepada produk-produk dengan teknologi yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) juga perlu ditingkatkan. Namun sekali lagi, ditegaskannya, jangan sampai transisi ini justru malah membebani rakyat.

"Apabila dipilih skenario NZE 2045 dan 2050, maka diperlukan biaya yang besar. Salah satunya untuk membayarkan ganti rugi atas penghentian Power Purchasing Agreement," katanya.

FGD yang diselenggarakan Pandawa Nusantara bekerjasama dengan PT Perusahan Listrik Negara (PLN) dan PT Pertamina Power Indonesia itu juga dilaksanakan secara hybrid. Di mana diskusi dihadiri Pengurus DPP Pandawa Nusantara, para dosen muda sejumlah perguruan tinggi, dan Ketu atau pengurus BEM Se-Jakarta.

Adapun jumlah peserta FGD, sebanyak 75 orang hadir fisik dan di zoom  berjumlah lebih dari 60 orang.

Sejumlah pembicara turut hadir dalam FGD kali ini, yakni anggota Komisi VII DPR RI asal Partai Golkar Dyah Roro Esti, Direktur Utama Pertamina Power Indonesia (PPI) Dannif Danusaputro, Executive Vice President PLN Edwin Nugraha Putra, Direktur Konservasi Energi Ditjen EBT Kementerian ESDM Luh Nyoman Puspa Dewi dan DPP Pandawa Nusantara Mamit Setiawan.


Tinggalkan Komentar