telusur.co.id -Calon wisudawan PCU membuktikan bahwa capaian akademik dapat diwujudkan melalui karya-karya orisinal. Mulai dari Textured Painting Kit dari limbah kertas, penggunaan sampah plastik rumah tangga sebagai bahan alternatif untuk elemen interior, hingga desain Museum Wayang Potehi di Kembang Jepun, Surabaya.
Selain menjadi penanda berakhirnya masa perkuliahan, wisuda juga menjadi momen yang menandai awal dari babak kehidupan baru. Di balik suasana haru dan kebanggaan, Wisuda ke-88 di Petra Christian University (PCU) memancarkan semangat inovasi. Kali ini, para lulusan membuktikan bahwa capaian akademik dapat diwujudkan melalui karya-karya orisinal. Berbagai karya yang mereka hasilkan menjadi cerminan dari kreativitas serta keterampilan yang diasah selama berproses di kampus. Berikut beberapa ulasan dari karya-karya tersebut.
Evelyn Widiana, perempuan muda asli Surabaya ini merupakan calon wisudawati Desain Komunikasi Visual atau DKV. Berangkat dari masalah limbah kertas, Evelyn membuat textured painting kit.
“Penggunaan kertas sudah sangat umum, mulai dari kemasan makanan, majalah, brosur, hingga koran. Sumbernya pun beragam, meliputi perkantoran, rumah tangga, sekolah, hingga percetakan. Ini bisa berdampak buruk bagi lingkungan, terutama jika tidak dipilah dengan benar,” kata Evelyn.
Selain itu, alasan Evelyn, yang memiliki motto “mind holds power”, dalam mengolah limbah kertas menjadi painting kit adalah karena kegiatan seni, seperti melukis, punya manfaat untuk menenangkan pikiran dan meredakan stres.
Dengan enam jenis gambar yang berbeda, setiap painting kit yang dibuat Evelyn berisi kanvas lukis (ada yang berukuran 15 x 15 cm atau 15 x 20 cm), lembar instruksi, cat akrilik, pinset, stik es krim, lem putih, dan kertas bekas.
“Kata paper meng-highlight bahan utama berupa limbah kertas untuk textured painting, sedangkan kata pulse berarti denyut nadi sebagai simbol dari ketenangan,” jelasnya.
Evelyn meyakini bahwa karyanya dapat membuktikan bahwa desain memiliki peran yang strategis dalam menyampaikan pesan sosial secara emosional dan fungsional.
Kemudian ada Salvina Adelia Susetyo yang mengungkap potensi sampah plastik rumah tangga jenis polypropylene (PP) sebagai bahan alternatif untuk elemen interior. Untuk mengolah sampah plastik itu, calon wisudawan dari program Interior Design and Styling ini mengumpulkan sampah-sampah plastik rumah tangga seperti gayung, pot bunga, figura, dan kemudian mencacahnya.
Anak muda kreatif yang menyukai tantangan ini dari awal memang ingin melakukan penelitian yang ramah lingkungan, dan dapat memberi dampak positif bagi alam.
“Sampah selalu jadi masalah tak berujung. Pertumbuhan jumlah sampah tidak sebanding dengan pengelolaannya,” ujar Salvina.
Setelah melewati beberapa proses, seperti pengovenan, pencampuran dengan semen dan/atau resin, ataupun menggunakan heat-gun untuk melelehkan cacahan sampah plastik, Salvina akhirnya berhasil membuat lima jenis karya, yakni parquet, nightstand, roster, terrazzo, dan katalog RHPP.
“Parquet bisa digunakan untuk dinding dan lantai, Nightstand dipakai untuk menaruh barang dan penerangan, Roster bisa diaplikasikan di halaman rumah, dan Terrazzo merupakan campuran cacahan plastik dan semen yang kemudian diolesi resin. Sedangkan Katalog RHPP (Recycled Household Polypropylene) menunjukkan berbagai hasil pengolahan sampah plastik rumah tangga yang dapat diaplikasikan untuk berbagai elemen interior,” rinci Salvina.
Harapannya, dari hasil penelitiannya ini, masyarakat dapat memahami adanya bahan alternatif yang ramah lingkungan dan sustainable untuk elemen interior.
Sementara itu, ada Audrey Ryuka Puspita Darmosugondo, calon wisudawan Arsitektur yang menginisiasi desain bangunan Museum Wayang Potehi di Kembang Jepun, Surabaya. Museum tersebut didesain tepat berada di samping Klenteng Hong Tiek Hian, yang memainkan Wayang Potehi setiap harinya. Namun sayang, pertunjukan tersebut kadang tidak memiliki audiens. Padahal, Wayang Potehi merupakan kesenian yang menyimpan banyak pesan bermakna.
Berangkat dari itu, Audrey mendesain Museum Potehi untuk meningkatkan spirit of place dari kawasan Pecinan.
“Surabaya adalah kota metropolitan yang meninggalkan jejak kolonialisme, sehingga permukimannya dipetakan berdasarkan etnis, salah satunya kawasan Pecinan, seperti Kembang Jepun, yang menjadi saksi bisu perjalanan Kota Surabaya. Namun identitasnya kini mulai hilang, tidak terlihat adanya fasilitas kebudayaan,” jelas Audrey.
Lahir dari latar belakang masalah yang kompleks, yaitu kehilangan identitas budaya, Audrey pun memilih tema "Kembang Jepun’s Secret Stage, Revealing the Potehi Legacy Amidst Trade" sebagai narasi utama dalam perancangan arsitektur. Museum yang didesainnya memiliki dua bagian, yaitu museum perjalanan masuknya Wayang Potehi secara multisensori ke daerah setempat, dan Galeri Wayang Potehi. Desain tersebut dapat dilihat dalam dua maket berukuran 42 x 59,4 cm dengan skala 1:500 dan 1:1400.
“Museum ini dirancang tidak hanya sebagai tempat pameran, tapi juga sebagai ruang yang mengundang pengunjung untuk ‘menemukan kembali’ warisan budaya yang tersembunyi,” pungkas Audrey.
Gadis dengan impian menjadi seorang arsitek yang memiliki pengaruh dalam pelestarian budaya dan pengembangan berkelanjutan itu juga berharap, karya desainnya ini dapat menjadi landmark baru, serta menghidupkan kembali spirit of place dari kawasan Pecinan.
Ketiga calon wisudawan di atas beserta calon wisudawan lainnya akan mengikuti prosesi wisuda pada 12–13 September 2025, di Auditorium Gedung Q, Kampus PCU. Pada Wisuda ke-88 ini, PCU akan meluluskan 1.127 wisudawan, yang terdiri dari jenjang Sarjana (S1), Magister (S2), dan Profesi.